Senin pukul 9 pagi yang cerah. Duduk seorang pria usia 25 tahunan.Â
Bibir menjepit sebatang rokok. Secangkir kopi menemani. Mata serius menatap gawai. Sepertinya ia sedang main gim.Â
Hampir setiap pagi pada hari kerja ia nongkrong di depan.
"Libur. Atau....?"
"Dia pegawai bank keliling," sahut Emak penjual nasi uduk, lontong sayur, pecel, dan gorengan di halaman rumah.
Santai, ya? Apa tidak dikejar target atau penyelesaian pekerjaan?
Kemudian saya berbincang dengannya. Ternyata ia bekerja di satu perusahaan peminjaman uang (katanya, jangan mencantumkan nama) sebagai kolektor.
Dalam satu hari kantor menargetkan tagihan terkumpul sebanyak Rp3 juta. Pada praktiknya, pria lajang itu mampu menghimpun rata-rata Rp1,5 juta dari para peminjam, yang umumnya pelaku usaha ultra mikro.
Apabila ada nasabah yang kabur hilang taktentu rimbanya, sehingga utang tidak tertagih, maka sisa pokok ditanggung bersama oleh kolektor dan kantor.
Selain sebagai kolektor, ia bertugas menawarkan pinjaman kepada masyarakat. Sebagai kolektor sekaligus petugas lending (penyalur kredit).