Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Agar Tidak Terjerumus dan Kecanduan, Jangan Coba meski Sekali

5 Juni 2023   18:08 Diperbarui: 5 Juni 2023   18:50 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap ditanya, sebagian besar teman saya ingin berhenti merokok. Berbagai cara untuk mewujudkan kehendak itu, tetapi tidak ada hasil menggembirakan. Tetap kecanduan rokok.

Seorang kawan antusias menghentikan kebiasaan merokok secara bertahap. Sedikit demi sedikit mengurangi jumlah konsumsi rokok menjadi 3 kali sehari. Satu setelah sarapan. Sebatang setelah makan siang. Satu lagi seusai santap malam. 

Target nihil rokok akan tercapai pada tahap berikutnya. Teori bagus. Praktiknya tidak demikian.

Kepul kopi pagi rasanya tidak afdal bila tanpa asap rokok. Berbincang santai dengan teman lebih mantap sambil meniupkan asap putih ke angkasa. Dan saya rasa mudah menemukan alasan-alasan memadai demi membakar sebatang rokok.

Teman lain lagi mengurangi konsumsi rokok dengan cara mengalihkan perhatian. Mengunyah kembang gula atau makan camilan, demi menyibukkan mulut agar tidak sempat mengisap rokok.

Namun upaya pengalihan tidak berlangsung kekal. Kembali ke kebiasaan semula: merokok. Pangkalnya, mereka merasa bahwa makan camilan dan permen menambah lingkar perut.

Pengalihan termasuk mengganti rokok berbahan tembakau ke rokok elektrik, yang dianggap oleh sementara perokok "lebih aman" dan gaya, bukan lah solusi.

Namun demikian, saya tidak akan mengulas kelebihan pun kekurangan rokok tembakau dan rokok elektrik, dipandang dari segi kesehatan, rasa, dan harga. Sudah banyak bahasan.

Kenikmatan utama bagi perokok adalah asap. Melihat asap putih keluar dari hidung atau mulut bergulung-gulung menuju langit-langit --seraya membayangkan jalan buntu mendapatkan uang untuk bayar sewa kamar kos-- merupakan pengalaman melenakan.

Coba kalau merokok di dalam gelap membutakan, apa enak?

Kenikmatan kedua adalah rasa rokok itu sendiri. Satu teman adalah penyuka rokok putih. Teman berbeda adalah penggila kretek tanpa saringan. Lainnya punya favorit rokok pakai filter, pakai cangklong, mild, dan seterusnya.

Selera berpengaruh terhadap pilihan. Pilihan terpengaruh oleh rokok pertama kali dicoba, iklan, tawaran dari orang lain, gengsi, tren. Sekali coba satu merek dan ketagihan, butuh waktu lama untuk ganti merek rokok berbeda.

Kecanduan rokok berawal dari mencoba mengisap rokok. Rasa manis pada pangkalnya menutup rasa pahit pada ujung terbakar. Takenak, coba lagi. Takenak juga, jajal lagi. Demikian seterusnya.

Saya pernah mencoba dan kemudian menjadi perokok tetap. Sehari paling sedikit menghabiskan satu pak rokok mild dan satu bungkus rokok kretek tanpa filter isi 12 batang.

Rokok kretek diisap dalam keadaan santai pada waktu luang cenderung lama. Sedangkan rokok ringan dibakar ketika hanya punya waktu pendek. Sangat pendek.

Pokoknya mengepulkan asap. Bagi perokok adalah penting melihat asap. Apalagi dalam keadaan puyeng, memikirkan beragam persoalan. Makin banyak tekanan, makin kerap merokok. Candu asap yang sulit dienyahkan.

Saya belum pernah coba rokok elektrik, berhubung dahulu sempat muncul keengganan untuk mengisap larutan kimia yang dipanaskan dengan listrik. Ada kekhawatiran ketika hendak memasukkan asap hasil pembakaran essence ke paru-paru.

Kembali ke rokok tembakau. Saya paham, mengapa perokok senantiasa gagal menghentikan kecanduan terhadapnya. Gabungan dari rasa menyenangkan, menenangkan, gaya, demi pergaulan, dan lain-lain, lama-lama menjadi candu. Gelisah bila tidak punya stok rokok.

"Mulut asem kalo nggak ngrokok," merupakan pepatah sohor di kalangan perokok.

Menghentikan kebiasaan merokok adalah perjuangan tiada akhir dan kerap menemui kegagalan, bagi saya. Mengurangi konsumsi rokok hanya berhasil sekian hari. Ke sananya nglepus lagi kayak kereta api. Berhenti dengan sengaja, hanya tahan dua pekan.

Mampu berhenti merokok selama tiga bulan setelah satu minggu dirawat inap. Flek di paru-paru. Terinfeksi asap rokok.

Kumat merokok lagi akibat terpengaruh pergaulan kalangan perokok sejati. Coba-coba membakar sebatang rokok, maka terjerumus lagi ke kawah asap putih.

Terakhir, benar-benar berhenti merokok setelah dirawat inap selama dua pekan akibat terserang penyakit kronis.

Alhasil saya berhenti merokok sebab dihentikan oleh penyakit parah. Kini saya tidak pernah berpikir untuk mencoba rokok barang satu isap. Coba-coba bakar lagi, maka bakal kumat ketergantungan pada rokok.

Dari kisah di atas dapat dipetik pelajaran:

  • Jika lebih mendahulukan kesehatan, maka tidak perlu menjadi perokok.
  • Jangan pernah mencoba mengisap, bahkan sekali. Rokok jenis apa saja untuk alasan apa pun.
  • Apabila terlanjur menjadi perokok dan berniat mengakhiri, maka hentikan seketika. Bukan dengan cara mengurangi atau menganti, termasuk mengalihkan rokok tembakau ke rokok elektrik.

Jadi agar tidak terjerumus menjadi pecandu, jangan sekali-kali mencoba rokok jenis apa pun.

Andai terlanjur kecanduan dan ingin berhenti, maka tetapkan niat kuat untuk stop rokok dengan sekaligus. Tidak ada pilihan lain, bahkan memakai cara mengganti rokok tembakau dengan rokok elektrik yang menurut sahibulhikayat lebih aman.

Demikian pendapat saya yang mantan perokok lumayan berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun