Jauh-jauh jalan kaki, gagal menyantap menu dinginkan. Restoran belum buka, tutup, atau digunakan untuk acara lain. Akhirnya, makan Coto Makassar. Bagaimana rasanya?
Hampir setiap hari saya olahraga mengayunkan kaki ke jurusan berjarak tidak lebih dari satu kilometer. Lalu bermenung-menung menggali inspirasi sambil ngopi di tempat tujuan.
Sabtu atau Minggu berjalan kaki agak jauh dari biasanya. Lebih dari 2 km atau 4 km bolak-balik. Kalau terlalu jauh, ya naik angkutan umum. Kunjungan berakhir dengan makan.
Pekan sebelumnya berencana menjajal menu di warung spesial sambel berjarak 2,3 km. Menurut informasi google, gerai berada di dekat SMK Negeri 1 dan Taman Heulang Kota Bogor.
Taman menjadi area rekreasi luar ruang gratis milik Pemerintah Kota Bogor yang ramai pengunjung. Menikmati ruang hijau, trek joging, atau bermain di taman yang diresmikan tahun 2016 itu.
Tiba di tempat tujuan, ternyata warung spesial sambal belum buka. Kepagian. Gagal rencana mencoba menu sambal dan bersantai.
Ada banyak penjual dadakan melayani pengunjung Taman Heulang. Namun sepertinya tidak bisa nongkrong berlama-lama.
Tak mengapa. Tadi melewati rumah makan menu Sunda. Pasti memiliki pilihan menu menarik.
Tiba di jalan Merak, tampak beberapa mobil parkir di halaman restoran. Orang-orang berbaju rapi dan sebagiannya berpakaian batik menunggu di halaman.
Mendekati pintu masuk terbit kesadaran. Ternyata rumah makan tersebut sedang di-booking. Panitia sedang menyiapkan prosesi akad nikah sesaat lagi.
Gagal maning!
Tidak putus asa. Masih ada pilihan menarik lainnya. Teringat dengan restoran Cucurak yang sempat terlihat beberapa waktu lalu. Cucurak (bahasa Sunda) berarti berkumpul dengan keluarga/kolega dan makan bersama.
Waktu itu terpampang spanduk yang menyedot perhatian dompet: "makan sepuasnya 25ribu".
Ah, ke sana lah tujuan terakhir. Jarum pendek di arloji hampir menyentuh bilangan 12. Masih ada waktu.
Penghalang besi warna hitam merintangi jalan masuk ke area warung Cucurak. Pada satu bidang pagar tertulis, buka kembali tanggal 15 Mei.
Ah, belum buka pula. Pengelolanya rupanya belum kembali dari libur yang panjang banget!
Celingak-celinguk saya menatap lingkungan sekitar. Seperti biasa ada gerobak bubur ayam dan nasi uduk di tepi jalan. Saat itu saya belum minat.
Pandangan jauh menyorot papan nama "Bebek Pak Ndhut" yang mencolok. Perut lapar melempar kaki ke sana tanpa melibatkan nalar agar menjaga pola makan sehat.
Dalam perjalanan mata tertumbuk pada spanduk merah dengan tulisan kapital warna kuning: Coto Makassar Asli Daeng Tona.
Serentak kaki membelok ke kiri memasuki area warung. Lama juga tidak menyantap sajian jenis sup daging yang lezat ini.
Terakhir saya makan Coto Makassar di restoran konro daerah Lapangan Roos, Tebet, Jakarta Selatan, lebih dari dua puluh tahun lalu.
Setelah memesan, di meja terhidang semangkuk Coto Makassar isi daging. Beberapa ketupat dan burasa (sejenis lontong/buras) di piring saji.
Saya mengerti, Coto Makassar merupakan masakan berkuah hasil rebusan daging, jeroan, dan beragam rempah. Harusnya tidak makan olahan semacam ini, tapi bagaimana lagi? Rasa penasaran meronta-ronta dalam jiwa.
Mengutip dari laman sulselprov.go.id, di dalam Coto Makassar terdapat 40 jenis bumbu (rampa patang pulo). Satu bumbu yang membuat perbedaan adalah penambahan kacang ditumbuk halus.
Kacang berikut rempah membuat kuah berwarna keruh, menghasilkan aroma khas dan rasa gurih. Saya tidak bisa mencari perbandingan yang sepadan.
Coto Makassar merupakan sup daging atau olahan soto dengan cita rasa khas, unik, dan gurih. Maka saya tidak bakal menilai makanan khas Sulawesi Selatan dengan sebutan enak, tetapi enak banget!
Mangkuk licin tandas. Kuahnya disendok hingga tetes terakhir. Isi dua ketupat mengisi ruang pencernaan, meninggalkan pembungkusnya.
Rasa penasaran sudah terpenuhi. Indera pengecap masih mengingat kuah berempah dari Coto Makassar.
Saya berusaha mengenang supaya rasa bertahan lama dalam pikiran, agar tidak kembali dalam waktu dekat menyantap Coto Makassar yang enak banget. Ntar diomelin dokter!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI