Usai disentil Jokowi ihwal masih banyak jalan rusak di Lampung, Arinal Djunaidi melempar kesalahan kepada masyarakat dan pengusaha.
Menurut Gubernur Lampung, jalan rusak di wilayahnya tak terlepas dari operasional truk perusahaan yang melebihi tonase. Setelah disindir baru bereaksi dengan akan berkoordinasi dengan Polda Lampung menertibkan kendaraan melebihi tonase (sumber).
Kebiasaan buruk. Sudah tahu ada kendaraan over tonase melewati wilayahnya, kenapa dari dulu tidak ditindak? Atau, mengapa tidak dibangun jalan sesuai bobot kendaraan?
Kita lihat, mengenyampingkan keadaan kahar, sedikitnya ada tiga penyebab kerusakan jalan aspal:
- Air menggenangi permukaan atau menggerus lapisan-lapisan.
- Volume dan beban kendaraan melebihi kemampuan dukung jalan.
- Kurang pemeliharaan.
Tiga alasan yang bisa dikendalikan dengan ilmu pengetahuan.
Saya mengamati sekilas keadaan jalan di Kota Bogor, yang terdiri dari ruas jalan nasional, jalan provinsi, jalan kota, dan jalan ligkungan (status jalan dapat dipelajari di sini).
Diketahui, kota yang melingkari Kebun Raya dan Istana Kepresidenan RI dikenal sebagai kota hujan.Â
Di jalan-jalan warisan Belanda memiliki konstruksi yang cepat memindahkan air ke drainase tidak mampet. Permukaan jalan tidak mudah terkikis.
Sedang sebagian jalan yang cenderung tergenang atau dialiri air deras ketika turun hujan, ditambah drainase buruk, lapis permukaan hingga lapisan di bawahnya tergerus air. Alhasil jalan lekas rusak.
Maka seperti jalan Merdeka yang tadinya aspal kemudian diperkuat dengan perkerasan kaku (betonisasi). Jalan beton lebih tahan terhadap genangan air dibanding perkerasan lentur (jalan aspal). Juga tahan dilindas kendaraan tonase besar.