Lazim, saat lebaran saling memaafkan di antara sesama. Namun mampukah minta maaf dan memaafkan secara tulus? Bagaimana agar rela memaafkan orang lain?
Idulfitri adalah keleluasaan untuk meluaskan hati. Meminta maaf sekaligus memberi maaf.
Pada momentum tersebut berkumpul atau berjumpa dengan banyak orang, dari mulai kerabat, tetangga, sahabat, hingga kenalan yang jarang bersua.
Di hari-hari lain tidak banyak peristiwa meminta maaf atas kekeliruan diri, pun menghadiahkan maaf bagi orang lain atas kesalahannya, laksana di perayaan lebaran.
Akan tetapi, berapa sering kita minta maaf dan memaafkan dengan tulus di hari bukan Idulfitri?
Saya sendiri tidak sekali berbuat kesalahan keji kepada orang lain. Itu pun yang disadari.
Perlu tekad kuat untuk mengikis rasa enggan, tepatnya rasa takut akan menerima akibat perbuatan keliru. Meminta maaf adalah langkah berat, tapi tidak melakukannya akan menjadi beban seumur hidup.
Dengan mengabaikan akibat, saya memberanikan diri menemui orang yang tersakiti. Mengakui (to admit) perbuatan salah. Minta maaf dengan sungguh-sungguh. Lalu pasrah.
Itu jika minta maaf dengan sungguh-sungguh.
Memberi maaf? Ternyata lebih sulit memberi maaf tulus, bukan sekadar maaf di bibir, kepada orang lain yang melakukan kesalahan.