Pekerjaan akan meliputi: evaluasi restoran miliknya di Sanur, rencana pemindahan lokasi, hingga pembuatan konsep bisnis kuliner. Mengerjakan semua dalam waktu kurang lebih setahun.
Maka keberadaan saya di Bali memberikan pengalaman berinteraksi dengan warga setempat, wisatawan domestik, dan mancanegara.
Kadang-kadang dari itu saya mendapatkan "upah ekstra". Misalnya, mengantarkan turis ke toko kulit atau memandu mereka ke tujuan wisata.
Dari jaringan itu pula saya memperoleh gambaran umum, tentang pekerjaan atau bisnis yang dilakukan sebagian wisatawan untuk mengeruk uang dari Bali.
Umpama. Seorang pria WN Perancis berbisnis di bidang penjualan mebel buatan pengrajin lokal. Tidak sekadar memberikan referensi kepada calon pembeli. Ia membuat katalog dan via internet mengedarkannya kepada kenalan di negaranya.
Bila ada yang memesan, maka bule itu membeli putus barang di pengrajin. Dan menjual kembali dengan harga yang hanya ia yang tahu.
Waktu itu saya juga mengenal wanita-wanita yang mengelola usaha penangkapan ikan tuna untuk bahan sashimi.
Diduga turis WN Jepang itu terlibat dalam pembiayaan, operasional, hingga pemasokan ke pembeli tuna segar di Jepang. Namun legalitas kepemilikan usaha tercatat atas nama orang lokal.
Modus serupa dilakukan seorang wanita WN Jepang yang mengoperasikan sebuah industri garmen.
Wisatawan berasal dari Perancis dan Jepang itu sehari-hari selama berbulan-bulan berada di Bali.Â
Pada waktu tertentu mereka pergi sejenak ke Singapura atau kembali ke Jepang agar dapat memperpanjang visa wisatanya.