Ternyata urusan tidak lama. Pukul setengah sembilan kaki meninggalkan Puskesmas. Pulang. Menjelajah keluar masuk gang seperti biasa.
Singgah di sebuah kedai gado-gado. Bu Ikem, pemilik warung, menyambut gembira. Betapa saya berbulan-bulan tidak mengunjungi tempat adem itu.
"Gado-gado no lontong, sedang (pedasnya)."
Seorang pria kurus di bangku seberang asyik menggigit tempe goreng.
Saya minta izin menggeser barang dagangannya. Sebuah plastik bening tampak tidak mulus. Sepertinya ia terlalu sering digunakan untuk mewadahi koran.
Saya menarik satu eksemplar. Dua lembaran dua ribu berpindah ke tangan pengecer surat kabar itu.
Loper koran. Belakangan, saya jarang menjumpai mereka. Terakhir melihat ada dua loper koran melintas di dekat rumah. Menjajakan dagangan dengan berjalan kaki. Entah sejauh mana.
Kepada loper koran baru ditemui, saya berlaku bak jurnalis abal-abal. Iya! Lupa tanya nama, tinggal di mana, dan banyak lagi.
Loper koran bertutur, setelah waktu subuh ia membeli 30-40 terbitan pada agen besar di alun-alun. Memilih harian yang sekiranya laris di pasaran.