Satu lagi, yaitu konsisten dalam menjaga mutu produk, layanan, dan rasa. Saya bisa berkilah bahwa itu bisa terwakili di dalam poin sistem dan prosedur pengoperasian, kepatuhan terhadap standard recipe (patokan bahan-bahan pembentuk berikut takarannya).
Keunggulan artikel saya adalah tentang make a difference. ChatGPT tidak menuliskan mengenai langkah membuat ciri khas dalam bisnis kuliner itu. Ah, rasa-rasanya cuping hidung saya mengembang.
ChatGPT juga tidak membahas soal fokus, kendati itu sedikit banyak dimuat dalam item konsistensi. Artikel saya lebih spesifik, menekankan fokus pada usaha sedang dirintis. Namun saya kira, nuansa perbandingan itu amatlah samar.
Saya penasaran, ChatGPT belajar dari mana, kok bisa pinter. Selanjutnya saya bertanya, ada rujukan tentang itu, tidak?
ChatGPT menjawab cepat.
Tentu saja! Berikut adalah beberapa referensi yang dapat Anda gunakan untuk mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang diperlukan agar bisnis kuliner dapat bertahan lama:
(ChatGPT menyebut lima rujukan berbahasa Inggris dalam jurnal internasional tentang bisnis kuliner. Kepanjangan, bila ditulis satu persatu. Dapat dilihat di sini, sini, sini, dan sini)
Semoga bermanfaat!
Saya pun menganga. Pantas pintar. Bacaannya lebih dari cukup, sehingga jawaban disampaikan demikian menyeluruh.
Andai. Andai saja saya menambahkan masukan dari chatGPT ke dalam artikel sudah tayang, diperkirakan hasil tulisan akan makin bagus. Rapi, lengkap, dan baik untuk dibaca.