Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cara-Cara Kematian Sesuai Keinginan

13 Februari 2023   07:58 Diperbarui: 13 Februari 2023   08:10 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar padang penantian oleh OneTwentyOneMedia dari Pixabay 

Betapa sukacita mengetahui teman baiknya meninggal dunia. Menurut kabar, temannya menemui ajal dengan cara-cara yang pernah mereka diskusikan.

Perjumpaan mula terjadi saat kedua orang sedang mandi sinar matahari. Siraman cahaya hangat pagi membawa rasa nyaman menyehatkan.

Sementara melatih gerakan tangan dan kaki, pembuluh dalam tubuh mengembang. Darah mengalir lebih cepat. Keringat menembus pori-pori.

Tak hanya itu. Komunikasi dua pria sebaya sambung-menyambung. Saling melengkapi dengan cerita-cerita tentang pengalaman serupa, kendati berbeda dalam soal pekerjaan.

Seorang sebentar lagi memasuki masa purnabakti sebagai karyawan institusi negara. Satunya mendadak pensiun dari entitas usaha partikelir akibat kerusakan fisik dan ketidakmampuan pikir.

Pria lebih kurus mengalami masalah motorik di bagian tubuh kiri. Berjalan menggunakan tongkat tunggal empat kaki bukan walker. Satunya lemah sebelah kanan, tapi sudah lepas alat penopang.

Kecuali perihal latar belakang pekerjaan yang langit dibanding bumi, pemahaman dan pengalaman tentang apa yang mereka alami adalah setali tiga uang.

Begini.

Dua pria itu sudah lelah berpusing-pusing mengejar kata orang ihwal pengobatan alternatif, yang mana akhirnya mereka kembali ke upaya medis.

Kemudian mereka pasrah. Bukan berarti menyerah, tapi menerima keadaan. Menjalani sisa hidup bagai pintu pertobatan seraya menunggu kematian.

"Kesempatan memperbaiki diri hingga jiwa dibetot dari raga."

"Setuju. Untung tidak dicabut pada waktu itu. Mana sempat bertobat?"

"Kalaupun tiba waktunya, ingin berangkat setelah menyelesaikan semua tugas. Seketika. Tidak merepotkan orang lain melainkan demi penguburan."

Pria kurus dengan tongkat empat kaki dan pria tidak bertopang bersepakat perihal cara terbaik menghadapi kematian. Itu keinginan mereka.

Sampai pada satu Jumat. Pria kurus dengan tongkat empat kaki berjalan menuju masjid. Duduk di kursi khusus orang-orang tidak bisa bersimpuh di karpet masjid.

Seruan pertama berkumandang. Jamaah bangkit. Melakukan salat sunah sebelum khatib naik ke mimbar.

Pria kurus tetap duduk di kursi. Mengangkat tangan sambil mengucapkan takbir. Napas tersengal sejenak. Tubuh kurus membeku. 

Ambruk!

***

Temannya beruntung. Berpulang pada Jumat, hari yang dianggap terbaik dari semua hari. Saat melaksanakan ibadah pula.

Kabar terbaik adalah, berangkat seketika tanpa menyengsarakan orang lain, seumpama sakit yang memerlukan rawat inap.

Cara kematian sesuai keinginan yang pernah mereka diskusikan. Tidak seperti dirinya yang menempuh cara berbeda.

Maka dengan sukacita pria tidak bertopang menyambut kedatangan temannya di padang penantian. Yaitu di tempat berkumpul terakhir dari tempat yang paling akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun