Teman baik minta kita agar menanam modal di usahanya. Dengan janji keuntungan menggiurkan. Mau menolak, tapi segan. Menyanggupi, khawatir risikonya. Dilematik. Bagaimana menghadapinya?
Keluar dari ruang sejuk Nganumart, seorang pria berbadan subur menyapa. Akrab.Â
Saya gagal menemukan serpihan ingatan yang tercecer entah di mana, kendati telah mengaduk-aduk ruang di dalam kepala.
"Tidak ingat juga? Saya, Har (nama disamarkan). Tinggal dekat sini."
Ibarat air es disiramkan ke besi membara, memori serta-merta bangkit. Ia tinggal hanya lima ratus meter dari rumah saya. Saya ingat, seperempat abad lalu bertemu di kantornya.
Selama itu pula Har sengaja tidak muncul di khalayak. Maka dari itu saya tidak pernah berjumpa. Pernah ding sekali melihatnya dari kejauhan. Menggunakan pakaian tertutup. Bergerak terburu-buru.
Mengapa mesti sembunyi-sembunyi?
Satu ketika pada tahun 1995 di halaman rumahnya terlihat beberapa sedan bagus. Bukan kendaraan tamu.
Sebelumnya saya mengerti keadaan Har tidak demikian. Memakai satu VW Combi (It's not a car! It's a Volkswagen) bergantian dengan adiknya.
Di satu kesempatan lain, saya diundang ke kantornya. Ternyata Har membuka usaha perdagangan dengan pembeli dari luar negeri. Belum terlalu lama beroperasi, namun telah berkembang pesat.