Mengagetkan. Membuat telinga gatal. Anak-anak mengumpat ketika sedang bermain bola. Kata-kata tidak pantas keluar dari mulut generasi belum matang itu. Kenapa?
Warga sebuah permukiman padat, termasuk anak-anak, beruntung. Di seberang terletak lapangan beton dengan panggung. Terdapat pohon-pohon yang menaungi penonton.
Pada ruang terbuka itu terselenggara berbagai aktivitas. Olahraga, senam kebugaran, untuk tempat pemungutan suara, hingga hajatan. Anak-anak pun menggunakan untuk bermain.
Dengan dua gawang dan bola plastik mereka tampak gembira bermain bal-balan (bahasa Jawa untuk sepakbola). Sesekali terdengar sorakan, "gooool...!"
Saya asyik menonton bersama Uda pemilik warung kelontong persis di depan lapangan. Sekali tempo membincangkan berbagai hal. Kadang ada obrolan menarik untuk bahan tulisan. Kebanyakan adalah bualan pengisi senggang.
Namun sejenak cakap angin terhenti demi mendengar seruan tidak pantas bersumber dari lapangan.
Sebutan hewan peliharaan bukan kucing dan beragam kata makian berhamburan dari mulut-mulut berumur 8-10 tahun. Berkata kasar tidak sesuai dengan usia mereka.
Bukan karena bertengkar! Bukan pula sebab berselisih paham. Bukan.
Kata-kata tidak pantas meluncur begitu saja. Barangkali bagi mereka menjadi seperti pernyataan kegembiraan. Ihwal lumrah yang mereka anggap keren di dalam pergaulan.
"Mereka mengikuti umpatan serupa yang didengar dari mulut orangtuanya," ujar Uda.
Lebih lanjut, pria berasal dari Sumatera Barat itu berpendapat, bahwa anak-anak tumbuh di lingkungan padat dengan atmosfer makian orang dewasa. Maka kata-kata kasar menjadi menu sehari-hari.
Bisa jadi sih. Menurut halosehat.com, anak dalam usia dini merupakan pendengar dan peniru ulung.
Bagaimana cara menghadapinya?
Uda tinggal di lingkungan sama dengan anak-anak sedang bermain bola. Pemilik warung kelontong itu memiliki dua putra. Satu anak usia SD. Bungsu baru bisa berjalan.
Ia menyediakan lingkungan keluarga sehat yang baik untuk perkembangan anak. Tidak sekadar mendidik, tapi juga memberi teladan perilaku baik, yaitu:
- Mengajak dan mendampingi agar anak rajin beribadah.
- Santun, baik dalam keluarga maupun kepada orang lain.
- Tidak mengeluh, memaki, berkata kasar terutama di hadapan anak.
Uda percaya, orangtua menjadi orang pertama sebagai figur panutan anak-anak. Disadari atau tidak, sikap, perilaku, dan perkataan orangtua merupakan rujukan pertama dan utama bagi anak.
Oleh karena itu Uda dan istrinya senantiasa menjaga lisan dan perbuatan baik, agar menjadi lingkungan sehat bagi perkembangan jiwa anak.
Begitu obrolan singkat dengan Uda.
Mungkin pemerhati parenting memiliki penjelasan lebih komprehensif, mengurai fenomena anak-anak berkata kasar dalam kegiatan sehari-hari.
Oh ya, satu lagi. Menurut hemat saya, Uda juga memberi contoh enterpreneurship pantang menyerah. Tidak melulu berpangku tangan meratapi nasib. Itu penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H