Empat pria kerap bertemu di halaman sebuah kantor. Menjemput matahari dan berolahraga. Akrab lalu jadi kawan. Namun kemarin satu kawan berangkat duluan. Tanpa pamit.
Perasaan senasib mempertemukan Pak Ikin, Pak Mus, Oji, dan saya. Pak Mus dan Oji merupakan pegawai administrasi kantor kementerian dekat rumah. Pak Mus dan saya adalah warga sekitar.
Usia dua PNS belum pensiun tersebut tidak terpaut jauh dengan umur saya. Sedangkan Pak Ikin yang tertua. Kalau tidak salah, 68 tahun.
Halaman kantor itu amatlah luas. Maklum dulunya lembaga penelitian dengan kebun percobaan. Sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda.
Sekarang para peneliti dan teknisi, yang merupakan jumlah terbanyak, ditarik ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Entah mau dibuat apa aset yang demikian besar.
Meskipun banyak pohon, beberapa bagian dari ruang lapang itu disiram sinar matahari. Maka, kami menyerap kehangatan pagi sekalian berolahraga. Mau tidak mau, empat orang pria dengan kepentingan serupa berinteraksi satu sama lain dan kemudian saling mengenal.
Pak Ikin dan Oji lumpuh pada bagian tubuh sebelah kiri. Pak Mus dan saya sebelah kanan. Hanya Oji yang memakai tongkat empat kaki untuk menopang tubuhnya yang belum stabil.
Keempat pria pernah atau sedang ditangani oleh dokter saraf yang sama. Mengonsumsi obat-obatan wajib yang seragam, penurun tekanan darah tinggi dan pengencer darah. Kalau saya, ditambah obat penurun kolesterol dan trigliserida tinggi.
Berhubung memiliki riwayat penyakit yang kurang lebih sama, maka empat orang saling membesarkan hati. Bahwa terkena stroke bukanlah penderitaan, bencana, pun musibah. Ia adalah akibat dari kelalaian yang dibuat sendiri pada masa lampau.
Oleh karena itu penyakit kronis tersebut melumpuhkan, agar penderitanya tidak sembrono dan ugal-ugalan lagi. Bahkan ada kesempatan bagus untuk memperbaiki diri sebelum berangkat ke alam paling damai. Alam yang berbeda dengan alam nyata.
Beberapa kali Oji mengingatkan agar tidak percaya kepada tawaran pengobatan alternatif, baik kata orang maupun yang diiklankan di televisi. Ia telah membuang jutaan rupiah demi pengobatan alternatif tidak menyembuhkan.
Jadi, lebih baik berobat medis seperti biasa, menjaga pola makan sehat, dan menerapkan gaya hidup sehat. Boleh saja minum jamu dan minuman herbal bikinan rumahan (bukan pabrikan), asalkan dikonsultasikan dengan dokter.
Begitu menurut pendapat Oji yang terlihat kerap salat duha. Oji adalah jamaah setia masjid Jami di depan rumah.
Seperti minggu-minggu sebelumnya, kemarin (27/01/2023) pria kurus itu melaksanakan kewajiban salat Jumat.
Sebelum Khotib mengucapkan salam untuk membuka dakwah Jumat, terlihat Oji sejenak kejang lalu mengembuskan napas terakhir.
Ternyata Oji, kawan baik itu, berangkat meninggalkan alam nyata tanpa lebih dahulu pamit. Tanpa tanda sebelumnya.
Selamat jalan, kawan. Sampai jumpa kembali. Kelak. Innalilahi wa innailaihi Raji'un.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI