Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Buat Apa Mengeluh, jika Tidak Bisa Mengubah Keadaan?

27 Januari 2023   17:59 Diperbarui: 27 Januari 2023   18:03 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengeluh oleh Alex Green dari Pexels 

Mengeluh berkepanjangan hanya membuang energi. Tidak akan mengubah keadaan. Percuma! Lebih baik berdamai dengan lingkungan.

Belakangan curah hujan mulai berkurang, namun Kota Bogor masih menyisakan hawa menusuk tulang. Angin dingin berembus.

Tubuh seorang kawan gemetar. Beberapa kali menangkupkan kedua tangan. Sesekali menggosok-gosokkan kedua telapak tangan.

"Ya ampun, dingin banget sih! Bikin ngantuk pula. Udaranya gak enak," diikuti dengan omelan berkepanjangan.

Itu kalau menghadapi cuaca dingin yang bukan winter seperti di negara empat musim. 

Pada periode berbeda, keadaan udara demikian panas. Kemarau melanda.

Kawan tadi mengibaskan tangan berkali-kali demi menyingkirkan hawa panas di dalam rumah. Kembali ia menyanyikan irama sumbang berisi nada-nada keluhan.

Mendengarnya saja bikin puyeng. Apalagi kawan itu senantiasa marah dengan keadaan diberikan oleh alam.

Cuaca dingin, ngomel. Hawa panas, mengeluh. Jadi maunya apa?

Menggerutu tidak jelas tentunya tidak menyelesaikan masalah. Daripada membuang energi, lebih elok menyiasati keadaan iklim. Berdamai dengan lingkungan.

Kalau dingin, ya memakai baju hangat. Menutup jendela agar tidak berangin. Dan banyak hal lain yang bisa dilakukan demi menangkal udara bersuhu rendah.

Jika udara di dalam rumah terasa panas, kipas-kipas mengusirnya. Bisa pakai alat, dari mulai kipas anyaman bambu hingga baling-baling pengatur hawa (AC).

Itu jika menggunakan alat bantu mengatasi udara dingin atau panas. Berupaya menemukan solusi. Bukan mengeluh menyalahkan cuaca.

Mengeluh tidak menyelesaikan persoalan. Tidak mengubah keadaan.

Satu ketika yang sangat lama. Bersama seorang sahabat bernama Bambang Suyoto (alm), saya menumpang bus kota rute Ciputat -- Blok M, Jakarta. Bus menggunakan AJ alias angin jendela.

Udara dalam bus demikian pengap dan panas. Pakaian bagian punggung basah. Ketek menebarkan aroma aduhai.

Di kemacetan jalan saya duduk dengan gelisah. Tangan mengipas agar udara dari jendela terbuka lebar menyentuh wajah. Debu halus ikut masuk bersama hawa panas. 

Mulailah keluhan demi keluhan meluncur dari bibir asin.

"Duh, panas banget. Gak kuat. Kapan nyampenya?...," dan seterusnya dan seterusnya. Namun demikian udara tetap panas.

Mas Bambang tetap tenang. Wajah sejuknya memancarkan kedamaian. Sama sekali tidak muncul kesan tersiksa. Sepertinya udara panas di dalam bus tidak berpengaruh.

Apa rahasianya?

Dengan suara berat dan berwibawa, Mas Bambang menyampaikan beberapa hal yang masih saya ingat:

Menerima Keadaan

Dengan apa adanya menerima keadaan yang tidak mungkin dikendalikan. Memaklumi bahwa negara Indonesia dilalui oleh dua musim, hujan dan kemarau.

Beradaptasi

Menyesuaikan diri dengan keadaan yang given. Apabila cuaca sangat dingin, ciptakan sesuatu yang dapat menghangatkan (pakai mantel dan sebagainya). Demikian sebaliknya.

Berlaku Optimis

Atau berpikir positif. Mengeluh atau berpikir negatif akan mengundang rasa panas dan dingin lebih dekat.

Bersyukur

Bersyukur dengan menikmati keadaan. Berterima-kasih kepada semesta yang telah menghadirkan keadaan. Dengan itu sadar tidak sadar muncul di dalam hati rasa adem ketika keadaan panas, rasa hangat saat dingin.

Melakukan Perubahan Dalam Diri

Melakukan perubahan yang mungkin terkesan sepele. Seperti tidak merokok di angkutan umum agar udara milik bersama tidak bertambah sumpek.

Atau tidak membuang sampah sembarangan yang dapat mengganggu kebersihan, kesehatan, dan keindahan. Tidak memicu kekesalan orang lain. Bisa jadi akumulasi membuang sampah sembarangan itu berdampak kepada pemanasan global.

Buang sampah sembarangan (dokumen pribadi)
Buang sampah sembarangan (dokumen pribadi)
Begitu penjelasan Mas Bambang. Bisa jadi keterangan di atas tidak utuh disampaikan dalam artikel ini. Namun makna saran itu saya lakukan dalam menyiasati keadaan.

Jadi, takperlu mengeluh panjang lebar setiap ada keadaan yang tidak disukai. Memaksimalkan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Ia ada di dalam diri.

Mengeluh berkepanjangan tidak bakal mengubah keadaan menjadi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun