Seorang tukang becak dari atas sadel menyodorkan sebungkus rokok.
“Polisi cepek” yang sedang duduk di buk)* mengambil sebatang.
Penjual akik di sampingnya mengambil satu batang. Pekerja serabutan yang berdiri di belakang mereka juga menarik sebatang.
Pria berusia 74 duduk di samping mengambil satu batang, sembari menawarkan kepada saya yang menggelengkan kepala.
“Gak apa-apa ya saya merokok?”
Saya tidak anti rokok. Sebelum sakit saya terbiasa merokok dua bungkus sehari. Satu dalam kemasan kertas mengkilap berwarna hijau kekuningan. Satu lagi dalam kotak karton berwarna biru.
Rokok kretek dinikmati saat memiliki selang waktu panjang, misalnya sedang santai. Jenis mild diisap saat terburu-buru ditunggu oleh waktu. Tidak lebih dari sepuluh menit.
Saya hafal, bagaimana cara menikmati rokok. Kendati baru belajar merokok setelah berusia 20 tahun, saya sudah mencoba beragam jenis olahan tembakau dari bermacam merek.
Kemudian gangguan pada paru-paru mengantar saya menginap di rumah sakit. Dari itu sempat berhenti beberapa bulan.
Frasa “sempat berhenti “ melayang akibat mencoba satu dua isap asap rokok. Saya kembali ketagihan. Peringatan bahaya dan pembatasan tempat merokok tidak menghalangi kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan tersebut.