Umumnya mereka senang, bahkan tukang tambal ban tidak bisa menyembunyikan kegembiraan. Ajaibnya, lha kok penjual bensin eceran di sampingnya malah mengusap mata.
Lekas-lekas saya melanjutkan perjalanan, khawatir keburu mendung lagi. Dalam perjalanan bertemu dengan tukang becak, tukang parkir liar, dan loper koran.
Saya sangat mengenali wajahnya. Tidak banyak berubah kecuali cara berjalan yang lambat. Lebih lambat dibanding saya.
Dulu, tahun 1990-an, sangat gagah. Rutin mengirim harian Kompas ke almarhum Bapak. Pria bernama pak Aan itu sekarang jalannya tertatih-tatih.
Menurut pria berusia 67 tahun tersebut, kaki kiri sakit ketika melangkah. Pengapuran tulang atau apa, loper koran itu tidak bisa menjelaskan.
Perlu diketahui, orang-orang semacam Pak Aan enggan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Tidak cukup ongkos untuk berobat, begitu katanya. Lagi pula waktu adalah kesempatan mencari uang untuk sekadar membeli beras.
Jangan pula coba-coba tanya perihal BPJS atau perlindungan kesehatan lainnya. Pasti ia hanya akan menjawab dengan senyum.
Saya tidak mampu berkomentar lebih panjang pun tidak bisa berbuat apa-apa terkait penyakit diderita pak Aan. Cuma berdoa agar langkahnya dilapangkan.
Cerita jadi ngelantur dah. Rencana mau berkisah tentang distribusi keripik, kok ya malah cerita tentang loper koran yang berjalan tertatih-tatih.