Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mencari Rupiah di Tempat Sampah

17 November 2022   06:06 Diperbarui: 23 November 2022   10:30 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tempat penampungan barang bekas (dokumen pribadi)

Ada orang-orang berada di tempat sampah. Katanya demi mendapatkan rupiah. Cari apa sih dan berapa dapatnya?

Ketika berjalan kaki di sekitar rumah mesti melewati dua tempat pembuangan limbah rumah tangga. Terlihat orang-orang mengais-ngais sampah.

Kecuali pada hari-hari tertentu, sampah menumpuk diangkat oleh pasukan berseragam kuning ke atas truk kuning. Dibawa ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). 

Apakah selanjutnya dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)? Saya belum tahu.

Menurut Deni Wismanto, sampah rumahan mencapai rata-rata 550 per hari. "... mungkin sekarang jadi 570-580 ton perharinya," ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor itu. Artinya, jumlah sampah warga Kota Bogor naik 20-30 ton per hari di masa pandemi Covid-19 di tahun 2022 (sumber).

Pemerintah Kota menghadapi persoalan sampah warga yang tak kunjung usai. Pemahaman sederhana saya tidak juga kunjung tiba, ketika menyelami fenomena sampah menggunung dan solusi penanganannya.

Pertanyaan di kepala hanya sebatas, sedang apa mereka yang mengais sampah di tempat penampungan sementara itu? Dapat apa?

Hendak bertanya kepada pria yang sedang asyik memilih kemasan air mineral, rasanya hati tidak tega. Ia sibuk memasukkan botol/gelas plastik ke dalam kantong plastik besar hitam. Juga menumpuk kardus di sudut lain.

Pria itu hanya menjawab singkat, "mau dibawa ke manunggal." Maksudnya, tempat penampungan barang bekas di jalan Manunggal.

Salah satu tempat penampungan barang bekas (dokumen pribadi)
Salah satu tempat penampungan barang bekas (dokumen pribadi)

Di tempat berbeda, seorang wanita pemilah sampah lebih ramah. Mau diajak "ngobrol kosong" di sela-sela kegiatan memilah sampah.

Bi Onah sedang mengais di tempat penampungan sementara (dokumen resmi)
Bi Onah sedang mengais di tempat penampungan sementara (dokumen resmi)

Dari tumpukan limbah rumah tangga yang mestinya baunya semriwing, bi Onah (sebutlah demikian namanya) memisahkan:

  • Plastik bekas kemasan bekas air mineral serta ember dan semacamnya.
  • Kardus dan kertas karton.
  • Meskipun jarang, benda-benda logam takterpakai.

Barang-barang tersebut dipilih dan dipilah menggunakan tangan kosong. Tanpa sarung atau alat khusus. Kemudian dimasukkan ke dalam kantong besar sesuai klasifikasi.

Kardus, plastik, kaleng dijual ke bandar barang bekas mulai dari harga seribu hingga tiga ribu rupiah per kilogram. Tidak terinformasi harga barang bekas lainnya.

Sehari dapat berapa?

Bi Onah hanya tersenyum. Enggan menyebut angka.

Baiklah. Betapa mereka mengais-ngais sampah rumah tangga demi mencari penghasilan dari tempat berbau aduhai. Memulung barang bekas tanpa pelindung dengan berpanas-panas dan mengabaikan pandangan iba, atau nyinyir, dari orang lain.

Kira-kira begini yang disampaikan oleh bi Onah. "Daripada bengong di rumah."

Memahami kenyataan itu menguatkan niat dan laku keluarga saya untuk menjalankan hal berikut:

1. Kantong plastik atau keresek bekas masih bersih dan tidak robek dilipat berbentuk segitiga, agar kelak dapat digunakan kembali.

2. Sebisa mungkin berbelanja ke warung, toko retail modern, dan pasar dengan membawa keresek bekas (sebagaimana disebut di atas) atau wadah kain.

3. Jika memiliki keterampilan, akan lebih bagus melakukan upcycling terhadap barang bekas. Misalnya upcycling fashion, yaitu mengubah pakaian lama, usang atau rusak menjadi sesuatu yang baru (kompas.com).

Atau, secara kreatif menggunakan kembali barang sisa, limbah, barang takterpakai atau tidak diinginkan menjadi barang baru yang memiliki nilai tambah. Siapa tahu peningkatan kualitas barang bekas itu bisa menghasilkan cuan.

4. Memilih dan memilah limbah sejak dari rumah. Mana bahan organik yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Mana barang yang berharga bagi pemulung. Menyisakan materi yang benar-benar mesti dibuang.

***

Pada tataran bombastis, gerakan kecil dari rumah dapat mengurangi volume sampah warga kota. Keren, bukan? Walaupun itu terlalu di awang-awang bagi saya.

Pada tataran realistis, kegiatan di atas, khususnya memilih dan memilah limbah dari rumah, memudahkan bi Onah dan kawan-kawan memperoleh barang bekas yang dapat ditukar dengan uang. Sesederhana itu.

Sekali lagi saya bertanya, "Sehari dapat berapa? Atau, berapa kuintal sehari?"

Bi Onah menutup pembicaraan seraya menghela napas.

"Boro-boro kuintal. Tiga hari mengumpulkan barang paling dapet 65 rebu perak. Ya... yang penting halal."

Mengetahui kenyataan itu, masih mau mengeluh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun