Pada satu periode, pemborong -bahasa kerennya, kontraktor- bisa benar-benar sibuk. Kontraktor kecil-kecilan pelaku UMKM sibuk dari pertengahan sampai dengan detik-detik akhir tahun.
Mengerjakan keruwetan pekerjaan konstruksi, aspek teknis maupun nonteknis (menghadapi ormas, warga, aparat, dan sebagainya) di lapangan.
Juga menyelesaikan kerumitan pekerjaan administrasi, meliputi laporan dan penagihan.
Kecuali pekerjaan merakit bangunan, nyaris semua kegiatan dilakukan sendiri. Dari mulai membaca gambar, menerjemahkan Daftar Kuantitas dan Harga (semacam RAB), supervisi pekerja, manajemen pembelian, membuat laporan, sampai mengurus proses penagihan.
Sesekali mendampingi pejabat pembuat komitmen, bahkan kepala dinas pemberi kerja.
Sebetulnya tidak sendiri sih. Biasanya dibantu oleh pelaksana harian yang mengawal pekerjaan dan melakukan hal-hal rinci. Ada juga pengawas independen maupun pemeriksa dari pihak pemberi kerja.
Di luar masa itu, pemborong melakukan lobi-lobi kepada pegawai Pemda untuk memperoleh "jatah" proyek. Biasanya tidak lama.
Kalau pulang saat matahari masih bersinar sinar terang, malulah hati dengan pintu rumah.
Waktu-waktu longgar yang kemudian memberi kesempatan nongkrong di sebuah kompleks perwira. Itu perumahan yang merupakan tempat tinggal perwira-perwira.
Wilayah yang disegani, kendati sebagian besar perwira sudah tiada. Tersisa para janda yang telah sepuh dan keluarganya. Beberapa anak penghuni asli adalah pemborong di Kota maupun Kabupaten Bogor.