My diary, untuk ke-sekian kalinya inspirasi tidak kunjung menghampiri. Kehendak tinggi, namun tiada satu pun gagasan melintas. Bagaimana cara mengatasinya?
Berhaha-hihi di media sosial, sudah. Membaca, sudah. Memanjakan pendengaran dengan musik apik, sudah.
Jalan kaki menyegarkan mata dan pikiran, sudah. Mengikuti perkembangan terakhir melalui TV yang telah dipasangi set top box, juga sudah.
Aha! Biasanya ngopi di warung ujung jembatan akan mendapatkan inspirasi menulis. Mumpung masih pagi, saya berjalan kaki ke sana. Dekat, tidak lebih dari 300 meter.Â
Tidak melalui jalan biasa yang datar, tetapi lewat jalan menurun, menyusuri jalan setapak di bantaran kali. Melihat jemuran di pagar jembatan.
Untuk mencapai warung harus melalui tangga curam. Tampak seorang pria paruh baya memanggul barang sedang menapaki anak tangga. Saya ingin membantu, tapi tiada kemampuan untuk itu.
Saya hanya bisa membantu dengan doa agar dagangannya laris terjual, membawa rezeki halal untuk keluarga.
Setelah anak tangga berakhir, belok kiri, jalan sedikit, maka tibalah di warung langganan.
Segelas air bening dan segelas kopi tubruk panas sudah ada di hadapan. Sebelum meminumnya, saya mencomot dua potong tahu sutera goreng yang enak, lembut, gurih.
Satu jam kemudian. Satu gelas telah kering. Gelas lainnya menyisakan ampas kopi. Catatan di gawai masih tetap kosong.
Baiklah. Sesudah menyerahkan 4 lembar dua ribuan, saya beranjak pulang.
Beberapa langkah kemudian berhenti di sebuah lapak. Ngobrol kosong dengan penjual yang menggantungkan hidupnya dari jasa tambal ban dan menjual satu jenis BBM. Ia membeli Pertamax Rp 13.900 per liter (4/11/2022, sumber) dan menjual seharga Rp 17 ribu.
Agaknya 10 tahun lalu saya pernah melihat pria itu berada di lapak usaha tersebut. Usaha yang sama.
Berkembang atau tidak, saya tidak bertanya lebih jauh. Berdoa saja agar pria tersebut dilimpahkan rezeki.
Saya melanjutkan perjalanan. Menjelang sampai rumah terlihat pria kurus memikul dua keranjang berisi pisang tanduk, pisang raja, pisang ambon. Jika 1 sisir pisang beratnya 2,5-3 kilogram, maka dapat dibayangkan berat keseluruhannya.
Saya menghentikannya. Berbincang sejenak. Lalu demi mengurangi beban, saya membeli masing-masing 1 sisir pisang ambon lumut dan pisang tanduk. Semoga dagangannya laris manis tanjung kimpul.
Sampai di rumah, segelas air menyegarkan tenggorokan. Duduk. Tarik napas. Lega. Pikiran terasa leluasa.
"Dapat inspirasi?"
"Enggak juga."
"Sia-sia dong?"
"Tidak."
Pagi ini saya berjumpa dengan orang-orang yang berjuang mencari rezeki halal dengan cara bersahaja.
Menjual jasa maupun barang dengan tekun. Tidak menyalahkan keadaan. Tanpa mengeluh, kendati bisa jadi selisih harga beli dengan harga jual amatlah sedikit.
Perjumpaan di atas menyalakan semangat saya untuk menjalani hidup lebih baik.
Biar saja kali ini saya tidak mendapatkan inspirasi, yang dapat memantik proses kreatif untuk menulis di Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H