Awak pesawat mengumumkan perbaikan mesin yang diperkirakan akan memakan waktu tiga puluh menit. Penumpang diminta menunggu.
Saya menunggu. Penumpang lainnya juga menunggu, kendati sembari menggerutu.
Sedangkan sebagian penumpang yang diburu waktu --mungkin juga telah hafal dengan kelakuan Merpati---meninggalkan ruang tunggu menaiki alat transportasi berbeda.
Saya bimbang, hendak menguji rasa sabar atau beralih angkutan?Â
Sempat berpikir berangkat ke stasiun Gambir membeli tiket Argo Parahyangan dengan cara go show. Atau tancap gas lewat jalur puncak atau tol Cikampek (waktu itu belum ada tol Purwakarta Padalarang).
Perdebatan di dalam benak akhirnya dimenangkan oleh keinginan menunggu.
Sejam lebih petugas memanggil penumpang agar naik ke pesawat yang telah diperbaiki.
Terselip tanya, kok tidak ganti pesawat? Namun jawaban keburu terkubur, oleh rancangan cerita yang hendak saya kemukakan kepada pihak-pihak akan dijumpai di Bandung.
Sekali lagi pesawat bermesin baling-baling yang saya lupa tipenya itu berakselerasi. Laju dan semakin laju sehingga dengan mulus mengangkasa.
Menembus langit biru di atas Jakarta menuju Bandung dengan kecepatan jelajah, atau pada kecepatan rata-rata pesawat di udara.
Pemandangan terhampar jauh di bawah. Persawahan daerah Karawang tampak seperti petak-petak hijau kecil ibarat lukisan. Setelah itu pesawat akan melewati gunung.