Matahari bermendung. Pagi dingin tidak mengurungkan keinginan untuk berjalan-jalan.Â
Di hadapan tersaji sepiring nasi hangat dengan telur ceplok, acar, dan kerupuk. Salah satu menu favorit dari semenjak usia sekolah. Sarapan dulu sebelum melangkah.
Kegiatan kali ini adalah menyusuri bantaran sungai Cipakancilan kawasan Ciwaringin Kota Bogor. Dekat. Tidak lebih dari 500 meter.Â
Namun perjalanan naik turun tangga curam merupakan rintangan menantang. Tidak demikian bagi mereka yang normal dan dikaruniai kesehatan.
Dahulu, tiga puluh tahun lalu, kawasan bantaran kali yang letaknya lebih dekat ke rumah disebut "pengairan" oleh warga setempat. Di sana terdapat mata air tidak pernah surut.
Ia merupakan rembesan dari dataran dengan pepohonan yang lebat untuk ukuran sebuah kota. Dari situlah petualangan dimulai.
Di ujung jalan menapaki anak tangga menurun tajam. Berhati-hati dengan berpegangan kuat pada railing di sebelah kiri. Berhasil "mendarat" di kawasan belakang Cimanggu Kecil.Â
Keadaan sudah berbeda. Kini tebing curam diisi dengan rumah-rumah beratap genteng plentong dan asbes gelombang. Dindingnya beragam, tersusun dari batako hingga bata ringan. Sebagian ditutup dengan finishing cat, sisanya diplester seadanya.
Tidak hanya disesaki oleh hunian warga, di kawasan bantaran kali itu juga berdiri deretan rumah petak dengan sewa bulanan.
Mata air masih ada. Sekarang ditampung di dalam kamar mandi umum. Limpahannya dialirkan ke kolam lalu berakhir pada derasnya aliran sungai.