Setelahnya, semua orang lahap memakan olahan hasil modifikasi tersebut.
Di Restorasi KA
Satu saat menjelang tengah malam, saya merasa sangat lapar. Mampir ke warung nasi adalah tidak mungkin, karena saya tidak punya kuasa untuk menghentikan laju kereta api.
Ke restorasi hanya untuk menemukan makanan sudah habis. Mi instan rebus atau goreng tak bakalan nendang. Namun masih tersisa sedikit nasi dan sepotong ayam. Dingin.
Untuk menghangatkannya atau mengolah menu lain, sepertinya petugas enggan melayani. Alasannya, "sudah habis. Tutup!"
Ia mengizinkan saya untuk mengolah masakan. Dengan bahan dan bumbu seadanya, saya membuat nasi goreng. Saya ulangi: memasak nasi goreng di restorasi KA!
Tak lama, seorang penumpang datang minta dibuatkan satu porsi. Ia merasa lapar karena mencium bau wangi masakan.
Lomba 17 Agustusan
Saya mengikuti salah satu lomba dalam rangka memeriahkan ulang tahun Kemerdekaan RI. Bapak-bapak adu kepandaian memasak nasi goreng.
Panitia menyediakan bumbu-bumbu. Saya membawa telur, teri Medan matang, dan chicken powder yang saya bawa dari kafe. Tak pakai micin.
Nasi goreng teri dengan orak-arik telur itu menjadi favorit ibu-ibu dan menjadi juara dua. Gelar pemenang utama disabet Pak RW dengan nasi goreng yang penuh dengan hiasan berwarna-warni.
Makan di Rumah Teman
Seorang kawan lama mengundang saya agar datang ke rumahnya. Ia berkeras ingin mendiskusikan proyek perdana yang bisa jadi dapat mengubah hidupnya.
Sama-sama memeras otak dalam waktu lama, tiba saatnya perut minta diisi. Sadar diri, sang teman membuat nasi goreng dengan bumbu lebih banyak bawang merah dibanding bawang putih. Meskipun bersahaja, hanya ditambah kerupuk putih, ternyata enak. Sesuai dengan selera saya.Â