Pagi yang panas. Sekembalinya dari pasar saya singgah sejenak di kedai langganan. Duduk. Tarik napas. Minum air putih hangat.
Dua orang yang lebih dulu mampir menyapa. Setelah berbasa-basi sebentar, saya memesan pecel tanpa lontong.
Sementara menyantap hidangan dengan aneka sayur rebus dibubuhi bumbu kacang ulek itu, ke dalam lubang telinga menghunjam silang pendapat sengit dua orang.
"Itu gejala penyakit lambung."
"Bukan!"
Perdebatan berakhir ketika salah satu pria meninggalkan arena dalam diam.
"Lambung, lambung.... Dasar sok tau! Ini mah masuk angin biasa," sungut pria satunya lagi.
Usut punya usut, pria paruh baya tersebut sempat mengalami keadaan pusing kepala yang hebat. Kliyengan. Dunia serasa berputar. Tidak sekali merasakan puyeng semacam itu, keluhnya.Â
Ia menduga akibat masuk angin. Bukan darah rendah, katanya lagi. Malahan terakhir diukur, tensinya tinggi, sehingga dokter puskesmas meresepkan obat penurun tekanan darah.
Kendati sudah mengonsumsi obat anti-hipertensi (rutin atau tidak, saya belum terinformasi), belakangan ia beberapa kali merasa pusing.
Penyebab pusing sebenarnya sulit diketahui penyebabnya. Bisa karena kurang istirahat, terpaan cuaca panas, kurang minum, persoalan tekanan darah, vertigo, atau gejala terserang stroke.
Belajar dari pengalaman, berikut disampaikan saran-saran khusus demi mencegah serangan stroke.
- Menjaga pola makan seimbang, dengan makan biji-bijian, makanan tinggi serat, rendah lemak, sayur, buah. Sebaliknya, mengurangi makanan olahan, kadar tinggi garam atau gula.
- Rutin berolahraga.
- Mengurangi atau berhenti merokok.
- Memerhatikan masalah kesehatan, semisal: periksa kandungan kolesterol, cek tekanan darah, kontrol gula darah, penyakit jantung, dan minum obat sesuai ajaran dokter.
(Selengkapnya di sini)
Mungkin perut kosong?
Pria itu menyangkal. Bertahun-tahun ia terbiasa tidak sarapan dan mengaku tidak mendapatkan masalah apa-apa.
Terdengar nada keluhan demi keluhan selama perbincangan. Sampai bosan mendengarnya.
Tidak mau terlibat dalam percakapan tanpa ujung pangkal, akhirnya saya menyarankan agar ia memeriksakan diri ke dokter di puskesmas. Mengantisipasi sebelum muncul masalah kesehatan serius di masa depan.
"Buat apa? Lha wong cuman masuk angin. Dikerok sebentar juga kelar."
Sak karepmu lah, batin saya.
Rupa-rupanya, selain ahli mengeluh, pria tersebut ahli dalam mendiagnosis diri sendiri. Ngeyelan yang keras kepala. Tidak mau mendengar pendapat orang lain, kendati demi kebaikan dirinya sendiri.
Jadi menghadapi orang ngeyelan yang keras kepala sebaiknya tinggalkan saja. Daripada tekanan darah melonjak. Repot kita.
Saya pamit setelah membayar sepiring pecel no-lontong dan dua opak. Sebelas ribu perak saja. Harga biasa. Sama seperti sebelum harga BBM naik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H