Saya langsung mencari gerbang off menuju jalan biasa, kemudian makan siang sambil beristirahat di warung.
Ketiga. Acara malam sebelumnya menyita waktu tidur. Terkantuk-kantuk. Pagi bekerja seperti biasa. Pulang kantor tenggo, jam lima "teng" langsung cabut, lalu mengarahkan hidung mobil ke jalan tol dalam kota.
Saat di gerbang masuk, hati kecil mendorong agar beristirahat. Namun pikiran berkeras bahwa istirahat bisa dilakukan di tempat berikutnya.
Rest area pertama dilewati, mengabaikan suara hati. Dengan kecepatan konstan mobil melaju di mulusnya Jagorawi. Terakhir melihat jarum menunjuk angka 140 KMh di speedometer.
Mata mulai redup, mungkin hanya 5 Watt. Semakin berat dan berat. Terbuka ketika mobil meluncur cepat ke bahu jalan. Melindas patok besi, meluncur liar di rerumputan, berhenti setelah menumbuk semak dan pohon kecil. Dari mesin menyembur asap putih.
Bagusnya, saya terbiasa mengencangkan seat belt, sehingga muka tidak perlu membentur roda kemudi.
Keempat. Dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bandung melalui tol Cikampek, beberapa kali saya menguap. Di KM 62 lalu lintas tersendat. Saat terhenti sejenak, mata berkesempatan merem. Jalan lagi, melek lagi.Â
Saya tidak yakin apakah gerakan mata bisa sinkron. Jangan-jangan, saat mobil bergerak, mata merem. Sebaliknya, ketika berhenti, melek. Atau dalam dua keadaan itu mata sama-sama merem?
Kurang istirahat adalah penyebab kantuk hebat. Untung teman di kursi penumpang bisa menggantikan sampai tujuan. Saya tertidur pulas.
Berdasarkan pengalaman di atas ditambah informasi lainnya, ada hal-hal yang mesti diperhatikan ketika mengemudikan mobil.