Rasanya lega telah meninggalkan suara air mengalir deras. Menuju jalan menaik yang kian menanjak. Mau istirahat di warung pecel, belum buka. Maka saya menetapkan hati mengalahkan jalan tanjakan, mungkin lebih dari 30 derajat kemiringan. Bahkan nyaris 45 derajat.
Di tengah perjalanan napas terasa mau putus, namun semangat tidak boleh pupus. Ada tongkat yang membantu perjalanan agar terus.
Di pucuk tanjakan curam barulah saya berhenti. Duduk beristirahat di sebuah poskamling terbuat dari kayu.
Pasar Gunung Batu
Ujung jalan ternyata berada persis di samping Pasar Gunung Batu. Sebuah tempat berjual-beli yang dikelola oleh Perusahaan Daerah milik Pemerintah Kota Bogor.
Ukuran tapaknya relatif kecil, kurang dari 2.500m2, dibanding Pasar Bogor yang luasnya 3 kali lipat. Apalagi disandingkan dengan Pasar Anyar (14.945m2 yang terbagi dalam 5 blok).
Geliat pasar tradisional senantiasa menarik perhatian saya. Banyak hal bisa diamati. Banyak hal bisa dibeli dengan cara tawar-menawar harga.
Tidak terlalu ramai sebagaimana Pasar Anyar atau Pasar Bogor. Sirkulasi udaranya pun baik, karena tidak padat pengunjung.
Bangunan dua lantai itu meletakkan komoditas kering di lantai dasar. Siapa saja mudah mencapainya. Sedangkan pasar basah (daging, ikan, sayur-mayur, dan sebagainya) berada di lantai dua. Jalan masuk ke atas menyulitkan penyandang disabilitas.