Seorang penjaja menawarkan paket roti merek tersohor. Ia mengambil dua, masing-masing terdiri dari tiga roti manis dan satu tempat makan.
"Warnanya lucu-lucu," demikian alasan ketika membelinya. Bukan karena tidak punya kotak makan yang bisa dibawa ke kantor. Di rumah ia memiliki aneka ragam persediaan lunch box. Beragam model dan warna.
Saya memperoleh pengetahuan tersebut setelah sampai di rumahnya. Banyak barang di rumah minimalis tersebut. Tahu kan, hunian sekarang umumnya tidak luas?
Syahdan, mobil panjang disimpan di carport bersama satu motor matik dan tiga motor trail. Masuk ke ruang tamu, hanya ada satu kursi. Selebihnya dipenuhi oleh onderdil (sparepart motor dan mobil).
Ia menjadikan dapur menjadi semacam gudang, berisi berbagai peralatan, sepatu, dan dokumen. Tempat memasak pindah ke belakang dengan menutup ruang terbuka (taman kecil).
Alhasil, pada siang hari memperoleh penerangan dari lampu LED. Pendingin ruangan terus menerus mengatur sirkulasi ruangan.
Rumah minimalis menjadi sesak. Berantakan dengan terlalu banyak barang yang terlanjur sulit diatur.
Kawan satu itu beberapa kali membebaskan diri dari suasana berantakan atau kekacauan (clutter). Benda-benda tidak terpakai, biasanya masih layak pakai, dikeluarkan. Diberikan kepada mereka yang memerlukan.
Sepanjang punya tenaga dan waktu, melakukan decluttering dengan mudah. Kapan saja rumah dirasa sesak, dengan ringan ia minta bantuan pegawai di kantor untuk membereskan barang-barang. Merapikan dan mengalihkan benda tidak terpakai ke orang lain. Atau dibuang ke tempat sampah.
Lama-kelamaan, menggampangkan melakukan decluttering, apabila ia merasa rumahnya sesak penuh barang.
Alangkah baiknya bila jauh sebelum itu membiasakan diri menimbang-nimbang ketika hendak mengadakan perabotan.