Kompas.com mewartakan, sehari sebelum ulang tahun ke-495 Jakarta, dua anggota ormas memalak tim teknisi sebuah perusahaan provider internet. Mereka mengancam akan mengambil peralatan jika tidak diberi jatah Rp 1,5 juta.
Modus minta uang dengan ancaman yang terjadi di Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat itu tidak asing bagi saya.
Selama berkecimpung di bidang konstruksi proyek milik instansi pemerintah, selama itu pula berhadapan dengan ormas.
Caranya pun serupa dengan peristiwa di atas. Minta jatah. Mengancam. Menyandera alat. Bahkan menyandera staf pelaksana seorang kolega.
Ormas bukan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Basis ormas adalah massa. Sedangkan LSM berorientasi kepada kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat.
Tidak semua kegiatan ormas berkonotasi buruk. Mereka merawat kesetiakawanan sosial; Mengembangkan gotong royong; Memelihara toleransi dalam kehidupan bermasyarakat; dan tujuan positif lainnya.
Ulasan berikut membatasi pada ormas pemalak. Anggota ormas yang biasanya datang berkelompok dan meminta jatah preman.Â
Begini cara-cara mereka menjalankan aksinya:
- Berseragam serba hitam atau motif loreng bukan milik TNI.
- Menyatroni dalam jumlah banyak. Saya pernah mengalami, setidaknya, dirubung oleh 20 anggota ormas.
- Bertindak dan berujar dengan nada provokatif. Berkata-kata dengan nada ancaman.
- Meluncur ke proyek dengan kendaraan meraung-raung.
- Dengan gaya lebih santun, sekelompok anggota ormas berseragam menyampaikan proposal. Mereka setiap waktu meminta jawaban, dengan desakan agar pihak proyek tidak berkata 'tidak'.
- Meminta uang dalam jumlah tidak sedikit.
- Menawarkan 'pengamanan' dengan biaya tertentu. Juga mengutip 'uang parkir' kepada sopir truk material. Umumnya besarnya Rp 20 ribu sekali lewat.
- Meminta biaya koordinasi. Bisa lebih dari satu kelompok yang meminta jatah preman tersebut.
- Menghitung ritase truk bahan bangunan alam (pasir, batu, tanah urukan), dengan kompensasi sampai Rp 100 ribu per-truk lewat.
- Paling ekstrem, mereka mengutip berdasarkan jumlah kiloan besi dikirim ke proyek. Bayangkan, bila mengerjakan proyek konstruksi dengan struktur besi. Bisa ratusan ton.
- Menyandera alat berat. Pada satu proyek di dekat sirkuit balap, gabungan berbagai ormas menahan excavator. Padahal sewa alat berat itu harus tetap dibayar, kendati diam. Kecuali akibat kesalahan pihak pemilik alat.
Kejadian-kejadian di atas saya alami selama menangani proyek Pemda dan instansi pemerintah.Â
Bagaimana cara menghadapinya?
- Siap mental. Begitu nyali kita menciut, mereka akan semakin merajalela. Semakin besar mengeluarkan biaya. Jadi, jangan mudah digertak.
- Pendekatan manusiawi. Bagaimanapun orang-orang beringas itu adalah manusia. Dekati tokoh utama. Ajak bicara dari hati ke hati. Tunjukkan bahwa kita tidak gentar sedikit pun.
- Negosiasi dengan percaya diri. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus memberikan kompensasi. Maksimal 1% dari total biaya setelah dikurangi pajak-pajak (PPN dan PPh).
- Memiliki hubungan baik dengan tokoh ormas terkemuka. Terkadang saya 'menjual' nama tokoh ormas disegani. Dan memang kenal, kendati tidak dekat.
- Tidak disarankan melibatkan pihak berwajib. Biasanya ada 'saling pengertian' antara ormas dengan aparat setempat. Rangkul semua pihak secara bijak.
- Gunakan kalimat ini: "Situ makan nasi, saya pun makan nasi. Hayo maju! Atau duduk bareng, kita bicara." Kata-kata pamungkas seperti ini saya gunakan, apabila situasi memanas.