Namun demikian, pelanggan yang terlanjur kesengsem mencari keberadaannya. Cerdiknya, tukang bakso melayani pembelian pesan antar melalui SMS (saat itu belum ada e-Delivery). Untuk radius tertentu, tidak ada ongkos kirim.
Semakin ramai dan semakin membesar. Tukang bakso itu akhirnya sanggup menyewa tempat yang ramai dilalui pelintas. Pindah lagi, tapi bukan di tempat semula.
Kini, terinformasi bahwa tukang bakso itu memiliki 6 cabang, tersebar di Kota dan Kabupaten Bogor.
Terakhir ia pindah lagi ke tempat baru, entah tahun berapa. Pastinya, rumah bertingkat sekaligus tempat berjualan itu lebih luas. Lebih luks dan milik sendiri.
Letaknya persis berhadapan dengan rumah pertama ia berjualan bakso. Sampai sekarang tidak ada pedagang menyewa lahan kenangan itu.
Tukang bakso itu bernama Pak Mien.
Jadi, siapa bilang tukang bakso tidak layak sebagai menantu? Tidak sedikit tukang bakso menempati level ekonomi terhormat. Dengan cara halal.Â
Daripada koruptor yang memperoleh harta dari kegiatan haram.
Kita tidak perlu ikut-ikutan bertepuk tangan dan tertawa menanggapi gurauan yang diselipkan di dalam pidatonya. Mungkin dia terlalu jenuh. Mungkin juga karena telah sepuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H