Seorang kerabat jauh memanjakan anaknya dengan kemewahan. Kendati telah berkeluarga, putranya yang terhitung sebagai keponakan bagi saya tersebut menggantungkan hidup kepada ayahnya.
Satu saat ia bergaya dengan BMW X5 bukan baru, mengaku bahwa mobil mewah tersebut diperoleh dari hasil sebagai tim sukses Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Bisa jadi orang lain memercayainya. Atau pura-pura percaya dengan cerita omong kosong tersebut (meminjam istilah Pak Katedrarajawen).
Semakin ditanggapi, semakin membubung pula cakap angin. Bercerita bahwa ia mendapatkan penghasilan besar dari bisnis jual beli mobil mewah, BMW, Jeep Rubicon, Mercedes, dan sebagainya.
Sampai ayahnya terkena serangan jantung sepulang dari bekerja. Tanah masih belum kering, bermunculan tagihan dari berbagai pihak.
Ternyata semasa hidupnya, almarhum meninggalkan banyak hutang. "Gali lubang tutup lubang" demi menjamin kelangsungan kekayaan keluarga.
Putra dan istrinya kelabakan. Mobil-mobil mewah, rumah tinggal disita. Dalam semalam kekayaan itu musnah. Terakhir bertemu, sang putra meminjam sejumlah uang, yang katanya, akan digunakan untuk memulai usaha. Entah.
Tadi pagi saya menyusuri labirin di sebuah permukiman padat. Beberapa ruas bahkan tidak muat dilintasi sepeda motor. Mampir ke satu rumah sederhana yang menjual menu sarapan: nasi uduk, gado-gado, mi gleser, lontong sayur, gorengan.
Sambil menandaskan lontong sayur, saya berbincang dengan penjual. Wanita itu tinggal bersama ibunya, yang dua tahun lalu terserang stroke, dan adiknya yang masih bersekolah.
Sementara sang suami bekerja sebagai buruh di daerah lain. Sebelumnya, wanita itu bekerja sebagai buruh pabrik. Pandemi membuatnya di-PHK.