Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merawat Kenangan: "Ngoret" Ubi Jalar seusai Panen

12 Juni 2022   06:05 Diperbarui: 12 Juni 2022   06:26 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tumpukan umbi-umbian di satu sudut Pasar Anyar Kota Bogor melempar ingatan ke masa kanak-kanak. Ubi jalar membawa kenangan istimewa. Pengalaman yang berkesan.

Tempat tinggal masa kecil meliputi lanskap persawahan di arah barat, dengan latar belakang rel kereta api dan Gunung Kawi di kejauhan. Bagian timur dibatasi oleh Jalan Bengawan Solo (sekarang bernama Jl. Tumenggung Suryo), Malang.

Di sebelah utara terdapat YPAC, entah sekarang masih ada atau tidak. Sedikit melangkah ke arah selatan terdapat tegalan yang ditanami ubi jalar pada musim-musim tertentu.

Saat tiba masanya, ubi jalar dipanen oleh petani. Setelahnya, tiada lagi kelihatan hijauan daun ubi jalar di ladang itu. Pun umbinya yang sudah diangkat. Dijual kepada tengkulak atau di pasar. 

Ladang kosong. Tegalan meranggas. Tidak tampak apa-apa. 

Akan tetapi, momen setelah panen adalah saat bagi anak-anak untuk mencari ubi, yang barangkali masih tertinggal di dalam tanah. Tersembunyi jauh di dalam. 

Sisa-sisa itu merupakan buruan berharga. Dengan seizin pemilik ladang, anak-anak menggali lubang lebih dalam di tanah bekas panenan.

Sudah tidak ada ubi? Belum tentu. Terkadang anak-anak menemukan beberapa buah. Tidak berkilo-kilo, tapi penemuan yang membuat hati sangat senang.

Kegiatan tersebut disebut ngoret (bahasa Jawa), yang artinya mencari atau membersihkan tegalan bekas panen ubi. Menggunakan alat seadanya. Bisa patahan ranting pohon atau bilah bambu.

Ubi jalar diperoleh lantas dikupas, entah memakai alat apa. Bisa jadi cuma menggunakan gigi. Kemudian dimakan mentah-mentah. Tidak dicuci pula.

Terasa manis. Lebih enak daripada ubi jalar hasil panen. Gratis sih!

Ngoret ubi jalar setelah panen menjadi kegiatan seru dan mengasyikkan. Kegembiraan anak-anak terpancar selama berlangsungnya ngoret, apalagi jika mendapatkan ubi jalar.

Ajaibnya, memakan ubi jalar hasil ngoret tidak menyebabkan sakit perut. Setahu saya tidak ada di antara kami --anak-anak-- yang mulas karena makan ubi jalar mentah. Mungkin saja saat ditelan bercampur dengan tanah.

Kegembiraan anak-anak pada waktu itu sederhana: memperoleh makanan pengganjal perut, meski dengan bersusah-payah mengeluarkan keringat. Tidak memerlukan sarana hebat. Tidak mahal pula, bahkan tidak melibatkan alat bernilai tukar.

Sebuah pengalaman seru pada masa kanak-kanak. Patut dirawat di dalam ingatan yang menua.

Masih adakah kegiatan ngoret ubi jalar pada anak-anak sekarang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun