Dokter menyarankan agar saya mengurangi konsumsi garam secara drastis. Terkait tekanan darah tidak stabil sebagai salah satu penyebab serangan penyakit kronis.
Namun demikian, ada saja keinginan untuk melanggarnya. Bukan kepingin makanan ditambah garam agar tidak hambar. Bukan pula terdorong oleh keinginan untuk menjajal kastengel yang masih tersisa, kendati lebaran sudah lewat.
Sesekali ingin merasakan olahan ikan asin. Enak dicocol sambel, disantap dengan lalapan. Apalagi ketika masuk ke dalam mulut ditemani petai bakar atau jengkol goreng. Beuh.... eta mah meni mantap pisan euy (bhs. Sunda: itu memang mantap sekali).
Empat dekade lalu saya makan ikan asin yang tidak begitu asin. Bukan seperti ikan kering yang tawar. Terasa lebih mirip keju. Begini ceritanya.
Satu ketika pulang dari turne (kunjungan dinas ke daerah), Ayah (sekarang almarhum) membawa ikan asin ukuran besar. Ikan gabus asin yang dagingnya tebal itu diolah menjadi hidangan istimewa. Rasa yang tadinya terlalu asin lantas berkurang. Tinggal rasa gurih mendekati rasa keju.
Apa rahasianya? Bagaimana cara membuatnya?
Saya mencoba mengingatnya. Waktu itu tidak sempat menyimak secara saksama proses pembuatannya. Hanya sedikit tahapan yang saya tahu. Tidak ada salahnya mencoba.
Seperempat kilogram ikan gabus asin ditebus seharga Rp 28 ribu. Saya pilih yang berukuran kecil. Ikan gabus asin ukuran besar (daging lebih tebal) mungkin sedikit lebih mahal, Rp 30 ribu per-seperempat kilonya.
Bukan soal harga. Saya mengkhawatirkan kendala dalam proses pengolahannya, sehingga hasil kurang sempurna.
Ikan gabus (snakehead) juga dikenal dengan nama bocek, aruan/haruan, atau kutuk. Di pasaran, ikan gabus asin umumnya sudah dibelah dua. Jadi mudah mengolahnya menjadi apa saja. Ditumis atau digoreng begitu saja.
Mari kita mulai proses memasaknya.
Mengurangi Kadar Garam
Banyak garam memang ditambahkan agar setelah dikeringkan sedemikian rupa ikan gabus menjadi awet. Kemudian kadar garam tersebut dikurangi supaya tidak terasa terlalu asin. Semakin samar rasa asinnya, semakin baik.
- Salah satu cara adalah me-leop (bahasa Sunda), yaitu menyiram ikan gabus asin dengan air mendidih. Diamkan sampai air terasa hangat.
- Cuci ikan gabus dengan menggosok-gosok sehingga kandungan garam luntur.Â
- Buang air rendaman tersebut.Â
- Cuci bersih dengan air mengalir.Â
- Tiriskan dan jemur ikan gabus sampai kering.
- Ikan yang sudah kering dipanggang di atas api (boleh di atas kompor atau bara api). Mungkin ada bagian yang sedikit gosong. Tidak mengapa, tapi pastikan tidak gosong secara keseluruhan. Ntar pahit.
Memarkan Ikan
- Pukul-pukul ikan gabus asin dengan alu yang sekiranya kuat beralaskan pantat lumpang.Â
- Pipihkan ikan gabus, tapi jaga jangan sampai hancur kayak bubuk.
Catatan: bisa juga memakai cobek dan ulekan, tapi memukulnya jangan keras-keras. Bisa belah itu ulekan.
Goreng Ikan Gabus Asin
- Ikan gabus asin yang sudah agak pipih digoreng dengan cukup minyak dan api sedang.Â
- Angkat setelah berwarna kuning kecokelatan. Jangan terlalu cokelat. Itu gosong.
Sambal dan Lalapan
Saya membuat sambal hijau. Tidak terlalu menyengat, tetapi terasa pedasnya.
Macam sambal sebagai teman makan ikan gabus yang asinnya sudah berkurang itu bisa apa saja. Boleh sambal mangga. Boleh sambal dadak. Boleh sambal matah. Sesuai dengan selera.
Jangan lewatkan lalapan sebagai penyeimbang. Boleh sayur matang atau lalap mentah. Yang bikin enak aja. Mau ditambah petai bakar atau jengkol goreng boleh. Akan semakin merangsang selera.
Bagaimana hasilnya?
Ternyata sesuai harapan. Ikan gabus asin menjadi lebih ngeprul, renyah. Tidak liat ketika digigit. Tidak terlalu asin. Terasa sangat gurih. Mendekati rasa keju.
Ya, tidak persis. Itu adalah cara saya menggambarkan rasa sangat lemak (gurih) yang membuat mulut enggan berhenti mengunyah.
Bila tidak ingat kondisi kesehatan, keinginan untuk menambah nasi akan sulit dibendung.
Barangkali proses pemanggangan ikan gabus asin di atas api, telah mengubah rasa atau senyawa yang terkandung di dalamnya. Entahlah.
Sepertinya menggunakan ikan gabus asin yang dagingnya tebal akan lebih baik. Lain waktu dah.
Moga-moga menjadi inspirasi menu bagi keluarga Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H