Berpuasa ramadhan merupakan ibadah wajib bagi mereka yang beriman selama satu bulan penuh. Menahan segala bentuk hawa nafsu sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari atau sewaktu azan Magrib berkumandang.
Kecuali bagi orang-orang yang berhalangan berdasarkan ketentuan disyariatkan oleh agama Islam, dengan konsekuensi tertentu pula.
Ramadhan yang baru lalu masih meninggalkan kesan mendalam. Tentang makna sebagai bulan suci penuh ampunan. Tentang amalan-amalan dilakukan. Dan tentang kemeriahan dan kebersamaannya.
Sejak hari masih hitam, pengeras suara dari masjid-masjid telah menyerukan agar ibu-ibu segera bangun, menyiapkan hidangan sahur. Setelah itu, sekitar pukul tiga terdengar kentongan atau tabuhan pembangun sahur.
Barangkali mata masih lengket. Barangkali ada rutukan kecil, merasa terlalu pagi dibangunkan.
Namun keseruan menyantap hidangan khusus (lebih-lebih dari sarapan di hari biasa) yang disiapkan untuk makan sahur membuat lupa akan kekesalan itu. Kemudian menunggu waktu imsak sebagai aba-aba untuk mengakhiri pemasukan makanan dan minuman.
Tidak banyak cerita di siang hari. Semua yang terkena kewajiban akan beraktivitas seperti biasa, berdiam diri menahan lapar, melaksanakan tadarus, tidur, atau mereka yang sibuk menertibkan warung makan masih terbuka. Mudah-mudahan tidak disertai dengan nafsu amarah. Siang yang relatif lengang.
Sore bakda asar, jalanan ramai dengan orang yang ngabuburit. Atau menghabiskan waktu menjelang magrib dan mencari jajanan yang lebih banyak tersedia dibanding pada hari biasa. Aneka rupa takjil, es buah, dan kue digelar pada lapak-lapak dadakan di tepi jalan. Para remaja bisa ngeceng (KBBI: jual tampang) satu sama lain.
Ditambah suara petasan sesekali memecah langit, sebagai tanda kesukacitaan menyambut bulan suci ramadhan. Pasar tradisional maupun modern memajang barang dagangan lebih dari biasanya. Tempat jual beli itu lebih padat, baik penjual maupun pembeli.
Berbuka puasa adalah perayaan atas keberhasilan mengatasi rasa lapar, segala macam hidangan tersaji di atas meja makan disikat. Besar perut! Untung dibatasi oleh ukuran lambung. Kalau tidak?
Bakda Isya tersedia waktu untuk salat tarawih. Istimewanya lagi, ada saat-saat untuk mendapatkan keutamaan malam Lailatul Qadar. Artinya, bulan Ramadhan menyediakan banyak kesempatan untuk meraih pahala, bagi mereka yang mampu menahan hawa nafsu, berkontemplasi, dan menjalankan amalan-amalan. Dipuncaki dengan adanya Idul Fitri. Tanggal 1 Syawal adalah hari kemenangan bagi umat Islam yang beriman.
Ya. Bulan Syawal disunahkan melakukan puasa selama enam hari.
Selain mendapatkan pahala setahun penuh, berbagai sumber menyebutkan keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal, di antaranya:
- Menjaga ketaatasasan untuk berdisiplin dalam beribadah.
- Terus menerus berada dalam situasi senantiasa menjauhi hawa nafsu.
- Melatih kesabaran dan berlaku ikhlas.
- Wujud rasa syukur dan kelembutan hati.
- Menambah pahala yang didapat selama bulan Ramadhan.
- Meningkatkan ibadah, iman, dan taqwa.
Nuansa pelaksanaan puasa Syawal berbeda dengan di bulan Ramadhan, dipandang dari segi persiapan dan kemeriahan.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus dalam rangka menjalankan puasa Syawal. Ibu-ibu hanya menyediakan makanan sahur sebagaimana menu makan biasa. Tidak juga melebih-lebihkan dengan mengadakan masakan daging atau ayam.
Tidak ada peringatan yang membangunkan sahur dan yang menyatakan waktu subuh sudah menghampiri. Pada siang hari warung-warung makan buka dengan tidak ditutup terpal/kain yang memperlihatkan kaki.
Kemeriahan
Tidak ada ngabuburit pun penjual takjil. Tidak ada suara petasan.Â
Hiruk-pikuk persiapan dan kemeriahan tidak terjadi pada bulan Syawal.
Pastinya, di jalanan terlihat mereka yang dengan bebasnya mengepulkan asap ke udara. Atau ngopi dan di warung terbuka tepi jalan. Makan dan minum bebas, tanpa takut di-sweeping oleh sang angkara murka.
Apakah orang berpuasa secara diam-diam saja atau tidak banyak yang melaksanakannya?
Saya tidak segera menjalankan puasa setelah tanggal 1 Syawal berakhir. Minggu pertama merupakan pekan sibuk bersilaturahmi ke sana kemari. Tidak elok rasanya bila menolak tawaran mencicipi hidangan.
Barulah setelah hari Ahad kemarin, bisa mulai melaksanakan puasa Syawal. Insha Allah mampu sampai enam hari. Kalau mungkin lebih, demi menutupi kekurangan-kekurangan sebelumnya.
***
Bagi saya, menjalankan puasa Syawal bagai melangkah menyusuri jalan sunyi puasa di bulan Syawal. Merasa sendiri. Tiada perayaan, persiapan, maupun kemeriahan. Tidak ada seorang pun yang tahu.
Jalan sunyi yang berujung pada suatu keramaian, di mana terdapat penjual: doclang pikulan; tahu Sumedang, bacang, dan aneka kue basah; kedai soto; depot bakso dan mi ayam; warung nasi rames; dan sebagainya. Tipikal daerah di sekitar Rumah Sakit.
Ah, mungkin sunyi itu merupakan perasaan saya semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H