Hiruk-pikuk persiapan dan kemeriahan tidak terjadi pada bulan Syawal.
Pastinya, di jalanan terlihat mereka yang dengan bebasnya mengepulkan asap ke udara. Atau ngopi dan di warung terbuka tepi jalan. Makan dan minum bebas, tanpa takut di-sweeping oleh sang angkara murka.
Apakah orang berpuasa secara diam-diam saja atau tidak banyak yang melaksanakannya?
Saya tidak segera menjalankan puasa setelah tanggal 1 Syawal berakhir. Minggu pertama merupakan pekan sibuk bersilaturahmi ke sana kemari. Tidak elok rasanya bila menolak tawaran mencicipi hidangan.
Barulah setelah hari Ahad kemarin, bisa mulai melaksanakan puasa Syawal. Insha Allah mampu sampai enam hari. Kalau mungkin lebih, demi menutupi kekurangan-kekurangan sebelumnya.
***
Bagi saya, menjalankan puasa Syawal bagai melangkah menyusuri jalan sunyi puasa di bulan Syawal. Merasa sendiri. Tiada perayaan, persiapan, maupun kemeriahan. Tidak ada seorang pun yang tahu.
Jalan sunyi yang berujung pada suatu keramaian, di mana terdapat penjual: doclang pikulan; tahu Sumedang, bacang, dan aneka kue basah; kedai soto; depot bakso dan mi ayam; warung nasi rames; dan sebagainya. Tipikal daerah di sekitar Rumah Sakit.
Ah, mungkin sunyi itu merupakan perasaan saya semata.