Menjelang Idul Fitri, saya tidak berani mengunjungi Pasar Anyar Kota Bogor. Kayak cendol! Para pedagang dan pembeli bercampur baur seolah menjadi satu, jika dilihat dari kejauhan.
Berbeda dengan keadaan setelah lebaran.
Kemarin, pada hari keempat bulan Syawal, saya jalan-jalan ke pasar tradisional itu. Tidak seperti biasanya yang melalui jalan besar, kali ini saya menempuh perjalanan menyusuri gang lalu pada ujungnya melintasi jembatan di atas rel kereta (KRL).
Kondisi Pasar Anyar tampak tidak sepadat sebelum lebaran, bahkan tidak seramai hari biasa. Dengan keadaan jual-beli yang belum normal, saya percaya diri untuk masuk lebih dalam.
Padahal jam digital di telepon genggam menunjukkan angka tujuh pagi lewat sedikit. Mestinya sudah berada di jam sibuk.
Biasanya banyak orang, sepeda motor, dan angkot berebut jalur. Ditambah lapak para pedagang yang mengambil sebahagian besar badan jalan. Ternyata tampak sepi.
"Yang berdagang baru ada seperempat. Mungkin masih lebaran atau di kampung halaman," ujar seorang pedagang buah salak dan buah naga.Â
Menurut penuturannya, ia telah mudik ke Leuwiliang (berjarak kurang dari 25 km dari Pasar Anyar Kota Bogor). Makanya sudah berjualan.
Turun ke lantai basemen, sebagian kecil kios sudah buka. Namun sebagian besar rolling door masih tertutup rapat. Los-los berselimut terpal. Pembeli pun berbelanja tanpa perlu berdesakan.Â
Beberapa pengunjung merubung los penjualan aneka ikan asin. Barangkali mereka mencari santapan yang bukan daging. Bosan!
Saya membeli seperempat kilogram ikan gabus asin. Rencananya akan digoreng saja.
Sebelum digoreng, kadar garam Ikan asin gabus dikurangi. Direndam air panas dan dicuci bersih, lalu ditiriskan atau dijemur untuk menghilangkan air. Setelah itu dipanggang langsung di atas api.
Kemudian ikan gabus asin dimemarkan menggunakan ulekan di atas cobek. Barulah ia digoreng kering.
Ikan gabus goreng dicocol sambal matah, disantap bersama nasi putih hangat.
Rasanya? Lupa dah itu rendang, opor, dan semua makanan lebaran.
Selanjutnya, membeli buah naga dan buah salak. Baru ada sedikit penjual buah-buahan (pepaya, pisang, jambu kristal, salak, buah naga) yang tampak sudah aktif "ngantor" di lapak masing-masing.
Oh ya, ada lagi yang sudah kelihatan. Pedagang makanan: penjual bakso bening khas Bogor, tukang bubur ayam, serta penjual kue ape dan ranggi. Juga penjual soto mie khas Bogor.
Karena belum sarapan, saya mampir ke sebuah gerobak di depan toko yang masih tutup. Tidak perlu lama, semangkuk soto mie tersaji di hadapan. Makanan berkuah yang kelihatan menyegarkan itu langsung dilahap. Kenyang.
Tidak lama kemudian, sebuah ojek online, yang sudah dipesan sebelumnya, datang menjemput.
Jadi benar kata penjual salak dan buah naga itu, tiga perempat penjual di Pasar Anyar belum beraktivitas. Belum terasa geliat arus balik. Lainnya lagi lebaran. Bisa jadi mereka masih berkumpul dengan keluarga dalam suasana Idul Fitri.
Demikian sekilas info suasana Pasar Anyar Kota Bogor pada tanggal 4 Syawal 1443.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H