Seorang kawan baik, santri dari Gresik, memberi wejangan saat saya baru membuka usaha pengadaan barang dan jasa, "hendaknya meneladani sifat Rasulullah dalam berbisnis!"
Saya pun menyanggah, "Muhammad SAW kan seorang nabi. Terlalu sempurna! Gak mungkin kita mencontoh perilakunya."
Sang kawan berkata, "beliau bukan malaikat, tapi manusia biasa yang dzat-nya sama dengan kita. Perilaku dan sifatnya bisa ditiru oleh manusia berakal."
***
Awalnya saya fokus di bidang pengadaan barang. Proyek pertama adalah pengadaan mebeler (meja + bangku siswa dan guru, papan tulis, lemari) untuk kelas Sekolah Dasar.
Meja bangku tersebut terbuat dari kayu keras kelas 2, dipesan dari pengrajin di Sumedang yang telah memperoleh persetujuan dari pihak pemesan, yaitu Dinas Pendidikan. Gambar, bahan, dan kualitas sudah ditentukan. Jadi tinggal memesan sesuai spesifikasi.
Tidak terbatas pada usaha pengadaan mebeler, juga menyuplai peralatan lainnya. Dari kegiatan pengadaan untuk Pemda, berkembang ke pengadaan bagi instansi pemerintah lainnya.
Palugada! Apa yang lu mau, gua ada.
Bisnis berlangsung normal. Barang dibuat sesuai spesifikasi. Setelah barang diterima, saya pun menerima pembayaran sesuai kontrak. Bila dihitung, keuntungan lumayan besar setelah dipotong PPN dan PPh.
Namun itu kotor. Masih dipotong dengan biaya pemeriksaan, biaya pembuatan kontrak, biaya di tiap-tiap meja untuk minta tanda tangan, biaya perolehan proyek. Setidaknya itu
Dalam perkembangan selanjutnya, perusahaan saya telah melengkapi dokumen perizinan untuk bidang pekerjaan jasa konstruksi. Kemudian merambah ke perolehan proyek fisik atau konstruksi, selain masih tetap menjalankan usaha pengadaan barang.
"Permainan" di bidang konstruksi pada lingkungan Pemda itu lebih rumit. Agar memperoleh proyek, harus melalui proses pendekatan dan menjamu pejabat-pejabat pengadaan.
Setelah memperoleh proyek, masih ada berbagai pihak yang mesti diberi "amplop" agar pekerjaan lancar. Butuh banyak biaya tak tercatat alias biaya siluman.
Dengan demikian, saya terjun di bisnis pengelolaan proyek-proyek Pemda, di mana terdapat biaya-biaya yang tidak dapat diakui sebagai biaya resmi dalam laporan pajak. Ya! Biaya yang merupakan ongkos mendapatkan proyek, suap, dan gratifikasi.
Apabila tidak cerdik menyiasati, maka potensi kerugian membayang. Bagaimana menyiasatinya?
Spesifikasi sesuai dokumen dikurangi, terutama pada bagian-bagian yang "tak terlihat" atau bagian yang ditanam. Umpama: mengurangi kedalaman galian; mengganti ukuran diameter besi atau mengurangi jumlah besi yang dicor; dan sebagainya.
Namun semuanya ada perhitungan toleransi, agar bangunan tidak rusak dalam waktu dekat. "Mainnya" tidak kasar.
Triknya? Rahasia. Jangan sampai artikel ini menjadi pelajaran cara mengurangi kualitas dan kuantitas bangunan pemerintah.
Dengan kata lain, dalam bisnis di atas saya gagal mewujudkan wejangan kawan agar meneladani sifat Rasulullah.
Mungkin ada yang bilang, bisnis sekarang kan berbeda dengan perdagangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad?
Betul. Bentuk, skala, maupun sifat usaha bisa berbeda, tetapi tata cara menjalankannya tidak ada perbedaan: Sidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
Kalaupun dibuat pembenaran, hanya sebagian kecil sifat Rasulullah yang telah saya ikuti, yakni cerdas. Mampu menyiasati potensi kerugian. Tapi itu pun bermuara kepada perbuatan curang.
Perbuatan dan sifat saya selama menjalankan usaha di atas, sama sekali bisa dianggap tidak meneladani sifat Rasulullah dalam berdagang atau berbisnis bidang pengadaan barang dan jasa konstruksi.
Saya bersyukur, sebelum terseret terlalu jauh, Allah SWT memberikan hidayah. Satu penyakit kronis menjauhkan saya dari cara-cara bisnis yang tidak baik itu. Alhamdulillah
Bukan berarti kegiatan di bidang tersebut melulu tidak baik. Proyek konstruksi dari Pemda dan instansi pemerintah lainnya merupakan pekerjaan resmi dan keuntungannya wajar, bila tidak ada unsur kecurangan atau kongkalikong.
Menjadi tidak baik semata-mata karena cara saya menjalankan usaha yang tidak meneladani sifat Rasulullah, yaitu:
- Sidiq, sifat jujur dan benar sebagai pedagang atau pebisnis. Juga tidak pernah bohong dalam keseharian beliau. Dalam proyek, memberikan keterangan sebenar-benarnya, apa adanya, dan mematuhi isi dokumen Pakta Integritas.
- Amanah, sifat sebagai orang yang dapat dipercaya. Tidak khianat kepada siapa pun. Dalam proyek, berarti menyelesaikan pekerjaan sesuai spesifikasi.
- Tabligh, sifat di mana beliau menyampaikan wahyu dari Allah SWT kepada umatnya secara utuh, tanpa dikurang atau ditambah demi kepentingan pribadi. Dalam proyek, melaporkan perkembangan sesuai keadaan di lapangan.
- Fathonah, sifat cerdas menghadapi permasalahan, melakukan dakwah, dan dalam perdagangan. Dalam proyek, cerdas memperoleh proyek tanpa menggunakan biaya siluman dan cerdik menyiasati performa keuangan.
Itulah sifat-sifat manusiawi dari Rasulullah dalam menjalankan bisnis. Teladan yang seharusnya saya tiru dan contoh pada bisnis terdahulu, yaitu menjalankan proyek pengadaan maupun jasa konstruksi.
Semoga saya, kita, dilimpahkan kemampuan meniru, mencontoh, dan meneladani sifat Rasulullah dalam perjalanan tersisa. Insha Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H