Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Melawan Godaan Gorengan demi Kesehatan

11 April 2022   06:10 Diperbarui: 12 April 2022   14:48 3377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Ramadhan. Bakda asar. Kala ngabuburit, di sebagaian tepi jalan ramai pedagang takjil: kolak, es buah, kelapa muda, mi goreng, dan aneka gorengan.

Gorengan menjadi penganan paling diburu untuk teman berbuka dengan beragam bahan dan bentuk. Ada tempe berbalut terigu, oncom, kroket, risoles, bala-bala (bakwan), dan lainnya, sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing.

Pada hari biasa cukup membeli seperlunya. Pada bulan Ramadhan membeli gorengan se-nafsu-nya. Setelah waktu berbuka, gorengan tersisa. Mubazir.

Di beberapa wilayah, pada bulan puasa muncul gerai khusus menyediakan gorengan.  Pembelinya melimpah. Misal di Benhil, Jakarta Selatan. Atau kalau sempat ke Cibinong, mampirlah ke tukang gorengan di samping kantor Kodim Kabupaten Bogor.

Sebetulnya, di hari-hari selain hari untuk berpuasa wajib, gorengan tersedia di warung-warung penjual nasi uduk. Namun khusus selama bulan Ramadhan, persediaan gorengan lebih banyak lagi. Penjual gorengan dan takjil dadakan pun bermunculan.

Saya juga penggemar penganan gorengan, tapi sejak tiga tahun terakhir terpaksa menghentikan kegemaran tersebut. Tidak hanya itu, semua makanan digoreng dihindari.

Ada beberapa pantangan yang mesti dipatuhi. Itu tadi, tidak makan masakan digoreng atau ditumis. Juga santan dan makanan pemicu kolesterol. Tidak makan garam dan micin (kalau micin memang tidak suka dari dulu), dan mengurangi konsumsi gula berlebihan.

Alhasil, makanan disantap terasa hambar. Tapi lama-lama terbiasa juga, bisa merasakan rasa original dari bahan pangan tersebut. Alami tanpa rasa artifisial. Pengaturan kebiasaan makan makanan sehat tersebut berlangsung sampai hampir tiga tahun.

Beberapa bulan terakhir, saya merasa semakin sehat. Diet mulai berantakan. Dengan penuh percaya diri bertualang rasa:

  1. Mulai ngopi, meski tanpa gula.
  2. Ngebakso, ngemi-ayam, nyoto, yang semuanya tanpa dibubuhi micin, tapi ditambah sedikit garam.
  3. Dan, menjajal gorengan. Kesukaan saya adalah tempe, sehingga tempe berbalut terigu yang digoreng menjadi incaran.

Ditambah lagi dengan adanya Emak penjual nasi uduk di halaman rumah dalam sebulan terakhir. Selain nasi uduk, tersedia juga gado-gado, ketoprak, lontong bumbu, lontong sayur, bihun goreng, ketan serundeng, buras (lontong isi oncom), dan aneka gorengan.

Nah kedekatan jarak membuat jajanan mudah dijangkau. Ingin iseng mengunyah, tinggal melangkah ke depan.

Hebatnya lagi, Emak penjual nasi uduk hampir setiap hari mengirim penganan dalam jumlah lebih dari cukup. Termasuk pada bulan Ramadhan ini. Pada setiap sore, istri marbot/Muazin itu mengantarkan makanan. Kadang mi gleser. Kadang kolak. Kadang mi goreng. Yang pasti, di tiap-tiap antaran selalu terdapat gorengan.

Sepiring gorengan, sebagian antaran dari Emak penjual nasi uduk (dokumen pribadi)
Sepiring gorengan, sebagian antaran dari Emak penjual nasi uduk (dokumen pribadi)

Beberapa kali kami mengatakan agar tidak usah mengantarkan makanan. Emak penjual nasi uduk berdalih, itu merupakan bentuk terima kasih karena mendapat lahan jualan tanpa membayar biaya sewa. Ya sudahlah!

Kemudian tatanan berubah. Bermula dari hasil pemeriksaan laboratorium yang disampaikan kepada dr. Dewi pada hari Sabtu baru lalu.

Dokter spesialis saraf itu menegur, meminta agar saya mengatur kebiasaan makan. Mengurangi makanan digoreng dan bersantan.

Hasil laboratorium menunjukkan:

  • Trigliserida dalam darah dinilai tinggi, 178 mg/dL dengan nilai rujukan <= 150 mg/dL.
  • Kolesterol LDL berada di ambang batas, 160 mg/dL dengan nilai rujukan <= 160 mg/dL.

Dokter cantik dengan busana kekinian itu kemudian meresepkan obat penurun kandungan minyak dalam darah (Trigliserida) dan Cholesterol LDL.

Trigliserida

Ketika dibutuhkan, Trigliserida yang tersimpan di sel-sel lemak dilepaskan sebagai energi. Namun kadar berlebihan dalam darah dapat menyebabkan risiko serangan stroke, jantung, dan peradangan pada pankreas. Penyebab naiknya kadar trigliserida adalah:

  1. Asupan makanan mengandung lemak jenuh (mentega, minyak goreng, daging berlemak, keju, dan krim) yang berlebihan
  2. Kelainan genetik
  3. Konsumsi karbohidrat berlebihan
  4. Konsumsi minuman beralkohol
  5. Kebiasaan merokok
  6. Kurang olahraga
  7. Penyakit dan konsumsi obat-obatan tertentu

Selanjutnya, mencegah dan mengobati trigliserida tinggi adalah dengan:

  1. Mengatur pola makan makanan sehat.
  2. Mengonsumsi makanan mengandung lemak tidak jenuh, seperti: kacang-kacangan, biji bunga matahari, alpukat, ikan salmon, dan ikan mengandung omega 3 tinggi.
  3. Memperbanyak konsumsi makanan berserat, buah, dan sayuran.
  4. Mengganti minyak sayur dengan minyak zaitun dan minyak Kanola.
  5. Mengurangi konsumsi gula dan makanan dari tepung (gandum).
  6. Tidak minum alkohol.
  7. Berhenti merokok.
  8. Rutin berolahraga.
  9. Obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.
  10. Mengelola stres dengan baik.

(Selengkapnya dapat dibaca di sini)

Kolesterol LDL

Kolesterol memiliki peranan penting dalam tubuh. Membentuk sel-sel sehat serta menghasilkan sejumlah hormon dan vitamin D. Kolesterol LDL membawa kolesterol ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri. Bila berlebih, LDL mengendap pada dinding arteri. LDL dianggap sebagai kolesterol jahat yang kadar dalam darah tidak boleh terlalu tinggi.

Mereka yang berusia 40 tahun lebih memiliki risiko menderita kolesterol, mengingat menurunnya kemampuan hati dalam membuang kolesterol jahat.

(Selengkapnya dapat dibaca di sini)

Umumnya naiknya kadar kolesterol tidak disadari, sampai timbulnya komplikasi serius. Sebagian besar penyebab tingginya kolesterol mirip dengan sebab-sebab yang dapat meningkatkan trigliserida.

Cara-cara untuk mencegah dan menurunkan kolesterol tidak berbeda banyak dengan pengobatan trigliserida tinggi. Pada keadaan komplikasi, dianjurkan berkonsultasi dengan dokter.

Setelah menjelajahi keterangan di atas, barulah saya mengerti permintaan dr. Dewi agar saya mengurangi makan gorengan. Hasil laboratorium menunjukkan pola makan dan gaya hidup yang dapat merugikan kesehatan.

Dengan demikian, mulai saat ini dan selanjutnya saya bertekad hidup sehat dengan cara mengurangi gorengan, makanan berlemak, terigu (gandum), dan kebiasaan lain yang dapat meningkatkan jumlah trigliserida dan kolesterol LDL di dalam darah.

Lebih baik menghindari gorengan yang melimpah di bulan Ramadhan ini. Melawan godaan gorengan demi kesehatan. 

Saya masih ingin berkumpul bersama keluarga saat lebaran nanti di rumah. Bukan di rumah sakit. Insha Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun