Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Penjaja Makanan saat Sahur dan Berbuka Puasa

8 April 2022   16:55 Diperbarui: 8 April 2022   16:57 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan memasak terhenti. Seorang penjaja datang sebelum sahur dan menjelang waktu berbuka, menggunakan sepeda motor ke proyek. Makanan jadi!

Seorang pengusaha asal Jakarta ingin agar lahan luasnya di Cibinong dibentengi. Ya, dipagar tembok keliling setinggi tiga meter. Lumayan.

Pembuatan dinding tembok keliling tersebut menyisakan satu pintu gerbang geser terbuat dari besi. Kendati tampak ringan, tetapi pekerjaan tersebut meliputi lahan yang cukup luas. Nyaris setengah hektar.

Pengerjaan tembokan memerlukan galian sedalam 80 sentimeter untuk pondasi batu kali dan sloof untuk tempat berdirinya dinding bata merah. Serta galian kolom (tiang beton) sedalam satu setengah meter.

Meskipun tidak membutuhkan finishing berupa laburan cat, tembok diplester dan di-aci agar tampak halus.

Dengan kata lain, pembuatan dinding tetap memerlukan keterampilan dan tenaga ekstra, mengingat keliling tembok yang cukup panjang. Ditambah, pekerjaan berlangsung di bulan Ramadhan.

Untuk pekerjaan tersebut, saya mengambil tim pekerja yang berasal dari Cipanas, Cianjur. Memang sudah langganan, sehingga sudah diketahui kapasitasnya.

Singkat cerita, mereka melakukan pengukuran dengan supervisi. Membuat bouwplang (batas area pekerjaan), menggali, memasang pondasi, dan pekerjaan fisik selanjutnya. Pekerjaan rutin bagi mereka, tapi cukup menguras tenaga.

Mengejutkan! Para pekerja tersebut bekerja dengan tetap berpuasa. Tanpa memperlihatkan keadaan lemas karena kurang makan minum. Biasa saja.

Saya terbiasa memaklumi tukang lain yang tidak menjalankan ibadah puasa. Lemas kalau puasa, katanya.

Berbeda dengan tim pekerja itu yang tetap bersemangat dalam bekerja, kendati berpuasa. Waktunya saja disesuaikan, sedikit lebih pendek dibandingkan pada hari biasa. 

Namun hal itu tidak banyak mengurangi pencapaian prestasi pekerjaan. On target. Saya salut dengan ketabahan dan ketangguhan mereka. 

Jadi, menunaikan ibadah puasa tidak berarti melemahkan semangat bekerja atau mengurangi produktivitas.

Untuk kebutuhan makan, pada awalnya mereka memasak sendiri, makanan untuk sahur maupun berbuka puasa. Di antara para tukang biasanya ada satu orang yang mahir mengolah makanan.

Kegiatan memasak terhenti. Seorang penjaja datang sebelum sahur dan menjelang waktu berbuka, menggunakan sepeda motor ke proyek. Menawarkan nasi, makanan jadi, dan gorengan.

Makanan jadi berupa sayur matang (tumis buncis, kacang panjang, dan lain-lain) serta lauk-pauk berupa: orek tempe, kentang...., tongkol dicabein, telur dadar setengah). Umumnya berkuah merah, yang ketika dicoba terasa enak. Bagi tukang, yang penting porsi nasinya banyak.

Harga ditawarkan pun murah untuk ukuran tahun 2014, yaitu: aneka gorengan Rp 500 per potong; sayur dan lauk pauk Rp 2.000. Tukang menanak nasi sendiri. Bisa lebih banyak.

Artinya, dengan Rp 5.000 bisa mendapatkan sayur, lauk, dan dua potong gorengan. Untuk makan sahur dan berbuka masing-masing pekerja mengeluarkan uang tak lebih dari sepuluh ribu rupiah.

Yang penting nasinya banyak!

Pembayaran tidak tunai. Penjaja mencatat makanan dibeli dan nama tukang yang membelinya. Penagihan terjadi pada hari gajian, setiap Sabtu. Praktis.

Pria penjaja makanan jadi itu memahami kondisi keuangan para pekerja. Ia pernah memperoleh rezeki sebagai pekerja proyek. Mengerti bahwa sebagian besar penghasilan tukang dikirim kepada keluarganya. Memahami bahwa setiap hari Sabtu ada pembayaran upah.

Dengan menggunakan sepeda motor tua, Honda GL 100, ia berkeliling ke proyek di sekitar Cibinong. Menjajakan makanan jadi kepada pekerja proyek.

Pria ramah itu harus mengetahui kapan jadwal proyek akan berakhir, sehingga ia bisa memperhitungkan waktu penagihan.

Pernah ditinggal kabur?

"Pernah. Gak apa-apa, anggap saja sedekah."

Selanjutnya, ia meyakini bahwa umumnya para tukang merupakan orang sederhana. Tidak ingin meninggalkan beban kepada orang lain. Biasanya yang berlaku "nakal" justru mandor yang dipercaya memegang gaji satu tim pekerja.

Oleh karena itu, penjaja makanan itu mencatat nama orang per orang dari para pekerja. Selanjutnya ia lebih mengenal pekerja secara personal.

Penjaja makanan jadi di atas berkeliling ke lokasi proyek-proyek diketahuinya, dari pagi buta hingga senja.

Pelajaran yang dapat ditarik, selalu ada celah untuk memperoleh rezeki halal bagi mereka yang tekun berusaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun