Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Rindu terhadap Tradisi Menyambut Ramadhan

3 April 2022   09:55 Diperbarui: 3 April 2022   10:07 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Umbul Manten di Klaten jelang Ramadhan 2019 lalu.(KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA)

7. Meugang. Tradisi di Aceh, di mana warga membeli dan memasak daging sapi secara bersama-sama, lalu menyantapnya bersama keluarga, tetangga, anak yatim, dan fakir miskin.

Selain tradisi tersebut di atas, saya sempat menikmati kebiasaan di beberapa lingkungan dalam rangka menyambut dan selama bulan Ramadhan, seperti:

  1. Cucurak. Sebelum puasa, warga Bogor dan Sukabumi berkumpul dan makan bersama. Hidangan didapat dengan cara membeli atau disantap di rumah makan. Paling unik adalah cucurak dengan makan bersama hasil olahan bersama, atau disebut nge-botram.
  2. Membangunkan Sahur. Mengumumkan melalui toa masjid atau dengan "beduk sahur" berkeliling kampung, agar warga yang hendak menjalankan ibadah puasa bersiap-siap makan sahur.

Adanya tradisi turun temurun dan kebiasaan tersebut menambah suasana meriah, namun khidmat, menyambut bulan suci Ramadhan. Kebersamaan yang menyatukan warga dalam sebuah perayaan, lepas dari situasi pengutuban sosial tidak berkesudahan akibat perbedaan pilihan politik sebelumnya.

Namun tradisi kebersamaan itu tidak terasa di sekitar saya. Warga sekitar merupakan masyarakat majemuk yang mayoritas perantau, atau terlahir dari keluarga pendatang.

Umumnya merupakan warga yang pulang ke kampung halamannya. Mudik. Bukan kembali pulang setelah merantau.

Sedikit banyak, hal itu berpengaruh terhadap tradisi menyambut ramadhan. Juga lebaran. Maka kebiasaan warga lingkungan masyarakat majemuk di perkotaan menjelang bulan suci Ramadhan menjadi:

  1. Menyalakan petasan pada saat dan setelah waktu tarawih;
  2. Berkumpul di tepi jalan utama, pamer kendaraan dan kebut-kebutan dengan suara bising.

Saya merindukan tradisi kebersamaan yang indah. Bahkan kangen mendengar beduk keliling membangunkan sahur yang hari ini tiada. Barangkali masih hari pertama bulan Ramadhan 1443 Hijriah. Mungkin mereka masih ingin bergelut dengan guling setelah subuh.

Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga kita senantiasa dilimpahkan berkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun