Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Duh, Begini Rasanya Diomeli Terapis

24 Maret 2022   09:55 Diperbarui: 24 Maret 2022   10:00 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi di ruang fisioterapi oleh Elf-Moondance dari pixabay

Kedua mata bening itu menukik. Dari balik masker meluncur suara lembut "kenapa baru ke sini sekarang? Harusnya diterapi tiga bulan setelah serangan."

Rabu pagi kemarin menerima omelan lembut dari seorang tenaga kesehatan. Tanda tanya disampaikan oleh ahli terapis okupasi (occupational therapist) itu, setelah membaca rujukan dari dokter spesialis rehabilitasi medik.

Menurut penuturannya, periode emas pemulihan adalah tiga hingga enam bulan selepas serangan otak. Penyintas seharusnya segera menjalani terapi atau rehabilitasi medik.

Saya pun baru mengetahui, dokter sebelumnya yang sudah pindah praktik tidak menyarankan apa-apa, kecuali menanyakan perkembangan dan menuliskan resep.

Apakah saya mesti mempertanyakan keahliannya sebagai dokter spesialis?

Ah, saya rasa mengungkit perkara itu lagi tidak bakal menyembuhkan apa yang diderita sekarang. Semoga ia lebih profesional di tempat baru. Aamiin.

Lembar Layanan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Lembar Layanan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Pada lembar formulir rawat jalan layanan kedokteran fisik dan rehabilitasi, terdapat sembilan jenis terapi. Salah satunya: spastisitas!

Spastisitas atau tegang otot, di mana otot-otot sudah tidak fleksibel, sulit digerakkan, tegang, dan kaku akibat otak tidak mampu memerintahkannya untuk bergerak. Hasilnya bisa berupa pergelangan tangan tidak bergerak lentur. Atau jempol dan jari-jari yang membentuk sudut tidak karu-karuan.

Terapi hari pertama, petugas terapi menyinari bagian tubuh yang lemah dengan lampu ultraviolet. Hangat dan terasa gerenyet-gerenyet pada bagian terkena penyinaran. Mirip terpapar sinar matahari pukul 9-10 pagi.

Kemudian pria irit bicara itu memberikan latihan sederhana gerakan tangan dan kaki. Hari itu saya pulang dengan penuh semangat. 

Layar harapan mulai berkembang pada biduk sudah usang.

Esok harinya, Rabu pagi saya kembali untuk menerima terapi okupasi.

Terapi okupasi merupakan bimbingan dan latihan agar kelak penyintas mampu hidup mandiri dan berkegiatan produktif. Khusus dilakukan oleh dokter rehabilitasi medis dan occupational therapist untuk membantu pasien dengan keterbatasan fisik atau mental (sumber).

Ternyata terapis ahli adalah seorang wanita muda. Dengan ramah ia menanyakan berbagai hal mengenai kemampuan fisik saya. Wanita bersuara lembut (juga wajahnya) itu menanyakan, mengapa saya baru menemuinya sekarang setelah lebih dari tiga tahun.

Ah, perhatian sekali ya...

Timbul rasa sesal. Namun tidak timbul rasa marah pemicu dendam, karena saya sudah melatih diri selama sekian tahun untuk menahan marah terhadap apa pun. Hanya mampu menarik napas.

Selanjutnya, dengan telaten sang occupational therapist membimbing tangan, terutama bagian pergelangan dan jari jemari agar melakukan gerakan-gerakan sederhana.

Tampak demikian mencolok perbedaannya. Tangan bening lentik terasa lembut ketika memegang tangan saya yang kasar cenderung berwarna gelap.

Namun demikian, jemari dan pergelangan sulit bergerak. Mereka tidak begitu saja menurut kepada perintah otak. Terbersit rasa putus asa.

Embak terapis sepertinya mampu membaca pikiran, "masalah terbesar adalah melawan rasa malas. Ayo, tantang diri sendiri untuk melakukan perubahan!"

Semangat saya tumbuh. Upaya menggerakkan otot-otot halus pada jari membuahkan hasil. Mulai menekan. Sedikit, tapi tidak mengapa. Itu sudah merupakan progres yang harus senantiasa dilatih.

Ada beberapa bimbingan gerakan yang selanjutnya bisa saya latih sendiri.

Paling terasa bukan pada latihan fisik, tetapi tumbuhnya gairah menantang diri sendiri untuk melawan rasa malas. Ultimate target berupa kesembuhan total untuk sementara dikesampingkan. 

Kobarkan semangat melakukan latihan!

Terima kasih banyak atas bimbingan dan pencerahan diberikan, Mbak Lusiana, sang occupational therapist. Meskipun pada awalnya saya diomeli oleh terapis yang cantik hatinya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun