Kedua mata bening itu menukik. Dari balik masker meluncur suara lembut "kenapa baru ke sini sekarang? Harusnya diterapi tiga bulan setelah serangan."
Rabu pagi kemarin menerima omelan lembut dari seorang tenaga kesehatan. Tanda tanya disampaikan oleh ahli terapis okupasi (occupational therapist) itu, setelah membaca rujukan dari dokter spesialis rehabilitasi medik.
Menurut penuturannya, periode emas pemulihan adalah tiga hingga enam bulan selepas serangan otak. Penyintas seharusnya segera menjalani terapi atau rehabilitasi medik.
Saya pun baru mengetahui, dokter sebelumnya yang sudah pindah praktik tidak menyarankan apa-apa, kecuali menanyakan perkembangan dan menuliskan resep.
Apakah saya mesti mempertanyakan keahliannya sebagai dokter spesialis?
Ah, saya rasa mengungkit perkara itu lagi tidak bakal menyembuhkan apa yang diderita sekarang. Semoga ia lebih profesional di tempat baru. Aamiin.
Pada lembar formulir rawat jalan layanan kedokteran fisik dan rehabilitasi, terdapat sembilan jenis terapi. Salah satunya: spastisitas!
Spastisitas atau tegang otot, di mana otot-otot sudah tidak fleksibel, sulit digerakkan, tegang, dan kaku akibat otak tidak mampu memerintahkannya untuk bergerak. Hasilnya bisa berupa pergelangan tangan tidak bergerak lentur. Atau jempol dan jari-jari yang membentuk sudut tidak karu-karuan.
Terapi hari pertama, petugas terapi menyinari bagian tubuh yang lemah dengan lampu ultraviolet. Hangat dan terasa gerenyet-gerenyet pada bagian terkena penyinaran. Mirip terpapar sinar matahari pukul 9-10 pagi.