Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mi Ayam Porsi Besar, Enak dan Murah

22 Maret 2022   06:55 Diperbarui: 22 Maret 2022   07:05 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangkuk mi ayam porsi besar dengan latar belakang gerobak (dokumen pribadi)

Di satu jalan kecil ke pasar ada lima penjual mi ayam. Satu di restoran, empat di tepi jalan. Satu gerobak sederhana tampak ramai. Bikin penasaran.

Pada awal tahun, saya sempat coba mi ayam kampung yang berada di restoran. 

Menurut ukuran kantong saya yang terkadang bolong, harganya mahal. Seporsi Rp 28.000, setengahnya dijual seharga Rp 16.000. Namun demikian, jumlah uang dirogoh setimpal dengan rasa dan kualitas disajikan.

Baca: Mi Ayam Kampung Asli, Harga Tinggi Rasa Enak Sekali

Mi ayam kampung dihidangkan secara terpisah, antara mangkuk berisi mi matang, ayam kampung, sayur, bumbu-bumbu dengan satu mangkuk kuah/kaldu ayam hangat. Mi ayam kaldu terpisah merupakan cara penyajian yang saya gemari.

Bukan berarti tidak menyukai mi ayam dengan gaya nyemek, alias semua digabung di dalam satu mangkuk.

Pertama kali menyantap mi nyemek ketika berada di sekitar kantor pusdiklat sebuah kementerian, terletak di Jakarta Selatan. Dulu, sewaktu masih bujangan.

Mi ayam mamang gerobak merupakan sasaran dalam mengatasi rasa lapar pada jam tanggung (pukul sepuluhan pagi atau jam tiga sore). Lumayan mengenyangkan, juga murah. Saya lupa harga persisnya.

Masakan mi panas dengan sayur sawi dan topping rajangan ayam diolah dengan kecap dan bumbu lainnya. Topping mi nyemek rasanya mirip semur.

Setelah mengenal mi ayam yang dijual di restoran, selera beralih ke mi ayam pisah kaldu. Topping cacahan ayam cenderung berwarna natural. Lebih menonjolkan rasa daging unggas tersebut.

Mungkin ada rempah tertentu saat mengolah, seperti kecap Inggris, kecap asin, merica. Tetapi bumbunya tidak dominan. Kuahnya pun cenderung tawar dengan rasa kaldu yang kuat.

Ada beberapa restoran maupun gerobak yang saya temui menjual mi ayam dengan cara penyajian kaldu terpisah.

Namun, perkara rasa enak antara mi ayam nyemek dan mi ayam pisah kaldu pada akhirnya terpulang kepada selera.

Baca juga: Lebih Enak Mana, Mi Ayam Nyemek atau Mi Ayam Pisah Kaldu?

Beberapa kali jalan kaki melalui jalan kecil menuju pasar, saya menyaksikan sebuah gerobak mi ayam, terletak di dalam halaman terbuka satu rumah model lama. Senantiasa ramai pembeli.

Sepulang dari Pasar Anyar, Kota Bogor, saya mampir. Letaknya tidak jauh dari restoran mi ayam kampung di Ciwaringin. Saya ingin menebus rasa penasaran meronta-ronta di dalam dada.

Penjualan mi ayam dimulai dari pukul tujuh pagi, tutup sak lakunya, maksimal jam 13.30 siang. Dua bersaudara itu biasanya membawa 5 kg mi (ekuivalen 55-60 porsi) dan hampir 5 kg ayam yang diolah menjadi topping.

Tidak terlalu banyak kecap. Berwarna cenderung alami, sepertinya hanya dibubuhi sedikit kecap, dan tidak manis seperti semur. Gurih daging ayam lebih terasa.

Topping ayam ditambahkan bersama irisan daun bawang di atas gumpalan mi yang mengepul. Di dalam mi ayam nyemek terdapat sayur sawi dan dua potong pangsit rebus.

Jumlah mi lebih banyak daripada yang diberikan oleh tukang jualan mi lainnya. Mi ayam porsi besar!

Seporsi mi ayam terasa mengenyangkan untuk camilan di antara makan utama. Rasanya pun enak, meski saya meminta tidak menggunakan micin dalam racikannya.

Tidak mengherankan jika penjual mi ayam pinggir jalan itu selalu ramai pembeli, terutama pada waktu makan siang.

Harganya?

Cukup menebus semangkuk mi ayam pangsit rebus dengan uang Rp 10.000 saja. 

Porsinya yang banyak sangat mengenyangkan, sehingga rasa-rasanya saya tidak perlu lagi menyantap makan siang.

Rasa penasaran pun terbalas. Hati puas. Bayar dengan uang pas di kantong. Tapi kaki lemas karena perjalanan pulang masih panjang dan panas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun