Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lebih Takut Terpapar Korona daripada Kolaps

14 Maret 2022   20:15 Diperbarui: 14 Maret 2022   20:33 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan ruang periksa dr. Dewi Ratih Cahyani, Sp.S (dokumen pribadi)

Vaksinasi nyaris gagal. Saat diperiksa, tensi tinggi. Berhubung sudah tiga kali menemui masalah sama, akhirnya menemui dokter spesialis saraf di RSUD.

Saya harusnya rutin memeriksakan diri sekali setiap bulan. Maklum harus mengonsumsi obat-obatan tertentu setiap hari, untuk mencegah terjadinya hal lebih fatal. Terakhir berkunjung ke poliklinik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor pada Maret tahun lalu.

Bukan mengkhawatirkan serangan penyakit kronis dengan akibat lebih parah, tetapi lebih takut terhadap penularan Covid 19 yang waktu itu tidak terkendali. RSUD Kota Bogor menjadi pusat penanganan Covid 19, di mana demikian banyak kasus ditangani di rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.

Suasana di rumah sakit (dokumen pribadi)
Suasana di rumah sakit (dokumen pribadi)

Pilihan lain yang dipikirkan sendiri adalah, membeli obat pengencer darah dan penurun tekanan darah tinggi di toko obat. Tanpa berkonsultasi tentang jenis dan jumlahnya dengan dokter ahli.

Entah, tertular virus korona lebih menakutkan, dibanding kekhawatiran terhadap serangan lebih fatal mengakibatkan kesehatan kolaps. Hehehehe.

***

Saya sempat gagal mengikuti program vaksinasi pertama. Tidak lolos screening karena setelah diperiksa, tekanan darah tinggi. Disarankan berkonsultasi dengan dokter saraf.

Terpaksa pulang lagi, tetapi keinginan untuk ke poliklinik di RSUD sirna. Mengingat kedudukannya sebagai pusat penanganan Covid. Saya minum obat seadanya dan rutin menyantap wuluh (blimbing sayur). Masam? Jangan tanya!

Setelah tiga atau empat hari saya kembali ke tempat vaksinasi. Tidak lolos screening lagi. Setelah minum dan beristirahat selama sepuluh menit, kembali diperiksa. Cenderung turun. Hari itu tanggal 5 Agustus 2021 berhasil memperoleh vaksin pertama.

Selanjutnya, saya rajin minum obat dan ngemil blimbing wuluh.

Bulan berikutnya saya ikut program vaksinasi kedua. Antrean lebih panjang dari bulan sebelumnya.

Lagi-lagi saya tidak lolos dalam pemeriksaan tekanan darah. Sampai dua kali. Terakhir disarankan untuk mengeluarkan air seni setelah banyak minum air bening, dengan harapan tekanan darah turun.

Dalam pemeriksaan, tekanan darah masih tinggi, namun cenderung turun dari sebelumnya. Dokter pemeriksa memastikan bahwa saya siap menerima vaksin.

Akhirnya pada hari itu, tanggal 4 September 2021, saya telah lengkap menerima vaksin melawan penularan Covid 19. Tenang.

Eh, ada lagi. Vaksin booster untuk memastikan kekebalan. Dengan ketentuan enam bulan setelah vaksin kedua, mestinya jadwal penyuntikan vaksin ketiga pada bulan Maret 2021. Ternyata aplikasi Perduli Lindungi menyatakan bahwa saya eligible menerima vaksin pada bulan Desember 2021. Dipercepat menjadi tiga bulan.

Saya pun segera meluncur ke tempat vaksinasi dengan keyakinan bahwa, tekanan darah berada dalam posisi normal. Saya rajin minum obat kok.

Situasi tempat vaksinasi berbeda dengan yang terdahulu, tidak ramai. Daftar, tidak lama kemudian diperiksa tekanan darah.

Ternyata, oh, ternyata, kejadian berulang. Tekanan darah tidak cukup rendah untuk langsung disuntik. Saya pun harus beristirahat selama lima belas menit.

Kali ini saya hanya pasrah. Kalau pun tidak lolos, mungkin saya akan kembali. Mungkin juga tidak kembali menerima booster. Dengan pikiran lebih tenang, saya menghabiskan air mineral tersisa.

Setelah pengecekan, dokter pemeriksa meminta kepastian, "obat diminum terus, kan?"

Saya mengangguk.

Kamis (10/3/2022) saya disuntik vaksin ketiga atau booster merek pfizer. Sejak detik itu pula saya berniat untuk kembali memeriksakan diri ke dokter spesialis saraf. 

Foto sudah menerima vaksin booster (dokumen pribadi)
Foto sudah menerima vaksin booster (dokumen pribadi)

Ada saat terlalu percaya diri mampu menyehatkan diri sendiri. Itu semangat untuk pulih. Lebih bagus lagi jika sambil berkonsultasi dengan dokter ahli, yang tentunya sudah mempelajari ilmu tersebut dalam waktu lama

Jadi, rupa-rupanya ketakutan ketularan Covid-19 yang tidak beralasan itu telah melunturkan kekhawatiran akan ambrolnya kesehatan, tidak berkonsultasi dengan dokter kompeten. Lalu kolaps akibat akibat serangan fatal.

Mudah-mudahan menjadi pelajaran.

Di depan ruang periksa dr. Dewi Ratih Cahyani, Sp.S (dokumen pribadi)
Di depan ruang periksa dr. Dewi Ratih Cahyani, Sp.S (dokumen pribadi)

Nah sekarang tiba giliran masuk ke ruang Mbak, eh, Bu Dewi sang dokter spesialis saraf.

(Artikel ini ditulis sebelum masuk ke ruang periksa)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun