Dada berdegup. Tengkuk bergidik. Membayangkan bagian tubuh terpotong. Bukan penggaris kayu tiga puluh sentimeter yang patah kala menghantam tanganku.
Beliau meraih barang sekenanya untuk memukul, bila aku ketahuan atau dilaporkan oleh orang lain telah melakukan perbuatan tak terpuji. Baik menurut kaidah agama maupun ukuran yang diterima oleh masyarakat pada umumnya.
Tiada pemukul kasur dari rotan di dekatnya. Tiada pula sapu ijuk bergagang bambu. Dua-duanya terasa panas ketika dipukulkan dengan keras ke punggung atau lengan, meninggalkan jejak kemerahan berbentuk bulat atau memanjang, tergantung mana yang dipakai.
Sebuah penggaris kayu, panjang seukuran tiga puluh sentimeter lebih sedikit tergeletak di atas meja. Dengan mata nanar ayah menyambarnya, lalu menyabet tanpa sedikit pun mengurangi kecepatan daya ayun, sehingga menimpa telapak tanganku yang terbuka pasrah.
"Praaak ....!!!"
Kayu berwarna cokelat mengkilap patah pada bagian tengahnya. Menyisakan garis merah lebar di telapak tangan memucat. Sejenak tidak terasa apa-apa. Sedetik kemudian sebuah erangan dari mulutku meluncur, diikuti dengan mengalirnya rembesan dari kedua mataku.
Pelukan ibu menenangkan, "cep...cep...cep. Ayah, sudahlah. Ia sudah mengerti kesalahannya."
Hati ciut. Pikiran memberontak, berdalih bahwa perbuatan mengambil beberapa jambu biji yang menggelantung matang adalah lumrah bagi akal anak-anak. Berbeda halnya dengan pikiran orang dewasa, di mana soal alami itu merupakan perbuatan zalim. Sebuah kejahatan.
Maka pemilik kebun, di mana sejumlah pohon jambu biji ditanam, dengan gusar melaporkan kepada orang tua masing-masing. Ada yang dimarahi, dan umumnya ditegur keras dengan menggunakan ayat-ayat. Pokoknya, mengambil tanpa izin pemilik merupakan kejahatan serius. Ancamannya adalah potong tangan.
Namun di antara mereka yang paling parah menerima akibat adalah aku. Tanpa banyak cakap meluap dari bibir, ayah langsung menghantam tanganku dengan barang apa pun yang terlihat berada di dekatnya, yang sekiranya keras, amat keras sehingga ketika dipukulkan dapat menimbulkan memar.Â