Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Cara Menghilangkan Kebiasaan Makan Tidak Habis

11 Februari 2022   17:58 Diperbarui: 11 Februari 2022   18:07 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menu sederhana: nasi, telur dadar oseng buncis (dokumen pribadi)

Kebiasaan buruk dikikis dengan niat kuat dan upaya kontinu secara tertib. Namun dalam waktu singkat, kawan satu ini dipaksa menghentikannya.

Memang menyebalkan, melihat teman ini selalu menyisakan makanan di dalam piringnya. Kebiasaan buruk putra seorang guru besar universitas ternama itu, terlihat saat saya dan teman-teman makan bareng di rumahnya.

Dalam sebuah petualangan selama dua pekan, kami berhasil memaksanya untuk melahap nasi dan lauk hingga bersih. Cara makan yang buruk telah lenyap, berganti dengan kebiasaan makan sampai habis.

***

Kami empat bersahabat --Pridi, Apang, Rabbit, Saya---sempat cemburu dengan geng the have di kampus yang berkonvoi mobil dengan tujuan Bali.

Kami ingin menandingi, tetapi kemampuan rata-rata tidak mendukung. Kendati di antara empat sahabat, Rabbit rasanya mampu mengatasi, mengingat ia berasal dari keluarga berkecukupan.

Bukan itu yang dikehendaki. Kami ingin merasakan kesenangan sama, sekaligus kesusahan sama, jika berwisata ke pulau Dewata. Kemudian kami memperkirakan ongkos minimal berwisata ke Bali pada liburan mendatang.

Rencana Anggaran dan Belanja tersebut dimungkinkan dengan adanya:

  1. Kereta api jarak jauh berharga termurah yang tentunya full AC (Angin Cendela). Sayangnya saya tidak ingat harga karcisnya.
  2. Kerabat di Denpasar yang bisa dihampiri untuk numpang nginep.
  3. Niat kuat untuk mengembara dengan segala kekurangan, bukan keluangan wisata dengan segala kenyamanan.

Petualangan selama dua pekan itu dimulai dengan naik kereta ekonomi atau gerbong K3.

Berhubung tidak memperoleh kursi, kami duduk di atas tumpukan berkarung-karung surat milik Pos. Terletak di bagian paling belakang, dekat toilet yang semakin jauh baunya kian semriwing.

Soal makan, jangan khawatir. Di tiap-tiap stasiun perhentian banyak terdapat pedagang asongan, menjual makanan dengan harga terjangkau. Kami kesal, melihat Rabbit selalu menyisakan makanan, sekalipun dalam porsi sedikit. 

Dari kiri ke kanan: Pridi, Apang, Rabbit, Budi (dokumen pribadi)
Dari kiri ke kanan: Pridi, Apang, Rabbit, Budi (dokumen pribadi)

Kebiasaan buruk itu berlanjut setibanya di Bali. Mau porsi besar atau porsi kecil, Rabbit selalu menyisakan nasi dan lauk. Sayang jika disisakan dan disia-siakan begitu saja. Makanan bernilai tinggi, mengingat uang patungan sangat terbatas.

Oleh karena itu kami mengawasi dengan ketat, cenderung memaksa, agar Rabbit menghabiskan menu sederhana itu.

Sekalipun ia membutuhkan jeda dalam rangka menyelesaikan makannya. Juga memakan waktu dua kali lipat dari orang normal. Pokoknya harus habis!

Tidak sampai sepuluh hari, kebiasaan buruk itu lenyap. Rabbit mampu membersihkan isi piring tanpa sisa. Melahapnya dalam tempo wajar.

Mengejutkan! Menghilangkan kebiasaan buruk makan tidak habis dalam waktu kurang dari dua minggu.

Biasanya untuk menghilangkan suatu kebiasaan buruk membutuhkan waktu tertentu, bisa lebih dari satu bulan. Itu pun dilakukan dengan tertib dan konsisten.

Menurut penelitian, kiat menghentikan perilaku temporer yang diulang-ulang menjadi kebiasaan buruk adalah:

  1. Membangun kesadaran bahwa hal tersebut merupakan kebiasaan buruk.
  2. Mengendalikan agar terbiasa tidak mengulangi kebiasaan buruk.
  3. Mencari alternatif lebih positif sebagai pengganti. Olahraga, berkegiatan seni merupakan sebagian contoh.
  4. Memupuk kebiasaan berkenaan dengan perilaku baru yang berbeda dengan sebelumnya. Misalnya, berhenti mendengar berita negatif atau bermeditasi.
  5. Menghadirkan tanda-tanda visual di lingkungan sekitar. Semisal, menaruh buah-buahan di meja, daripada permen dan camilan, bila ingin berhenti ngemil.
  6. Mencari dukungan dari orang lain untuk memulai cara-cara baru.

Selengkapnya dapat dibaca di sini.

Disadari atau tidak, bisa jadi enam cara tersebut ditanamkan pada benak Rabbit selama petualangan. Pastinya lebih banyak unsur pemaksaan, bukan sekadar dukungan yang diperoleh pria yang sekarang menjadi diplomat di Vietnam itu.

Sepulang dari Bali, ibu Rabbit terperanjat, "kok kulit anak saya jadi hitam? Tapi tampak lebih gemuk."

Kami bertiga tersenyum.

Sang ibu menganga melihat anaknya makan dengan lahap ketika kami bersantap bersama. Kemudian tercengang saat Rabbit, bahkan, tidak meninggalkan satu butir pun nasi di piringnya.

Ilustrasi isi piring sudah tandas (dokumen pribadi)
Ilustrasi isi piring sudah tandas (dokumen pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun