Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Mempan Santet, Kucing Pun Mati

10 Februari 2022   20:57 Diperbarui: 10 Februari 2022   21:11 8944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua kucing kecil tidur-tiduran (dokumen pribadi)

Berturut-turut tiga kucing mati tanpa diketahui penyebabnya. Sebelumnya sehat, besoknya pergi ke alam baka. Katanya, karena pemiliknya kebal santet.

Kucing merasakan adanya santet dengan menatap terus menerus ke satu arah dengan gelisah. Saya sih belum pernah melihat seekor kucing sedang galau.

Kalau membuat kacau, sering. Seperti mengacak-acak rak sepatu. Mengeong minta makan. Buang kotoran di taman, kemudian tidur-tiduran tanpa merasa bersalah. Selain kucing, anjing, ayam, angsa, burung hantu dapat merasakan adanya serangan santet.

Namun, sesungguhnya apa sih santet itu?

Fenomena metafisik ini dipercaya sebagai serangan jarak jauh kepada orang lain, dengan cara-cara mistis. Saya tidak mengetahui mekanismenya. Motivasinya beragam: dendam, persaingan usaha/tahta, sakit hati. Bisa juga didorong oleh benci, tapi rindu, karena diputuskan sepihak.

Hati-hati ya, jangan gampang mempermainkan rasa sayang seseorang!

Sewaktu masih kelas satu SD, saya melihat benda berwarna kuning kemerahan berkelebat di langit biru. Melesat bak anak panah terbakar. Peristiwa itu terjadi selama musim karapan sapi.

Kakek berkisah, santet tersebut bertujuan menyerang sapi milik pesaing dalam aduan. Bukan kepada pemiliknya.

Pada usia cukup dewasa, saya menyaksikan seorang kerabat terserang santet. Ia merasakan sakit hebat pada bagian perut. Dirawat-inap di RS Borromeus, tapi hasil pemeriksaan medis negatif. Semua indikator kesehatan berada di dalam batas normal.

Diduga ada persoalan non-medis yang menyerang sepupu saya. Dipanggil lah seorang kerabat dekat untuk mengatasi. Dengan menggunakan sebutir telur, beliau menggosok bagian perut sang sepupu.

Telur dipecahkan di atas baskom berisi air. Terlihat paku 7 sentimeter dan benda lain yang semuanya berkarat, keluar dari telur. Benda-benda itu harus dibuang ke air yang mengalir, dengan terbungkus rapat agar tidak terpercik ke orang lain.

Saya bertugas membuangnya. Sesepuh itu menyatakan bahwa saya tidak mempan disantet, sebab lahir di hari Jumat Kliwon. Benar atau tidak, saya mempercayainya. Tidak mempan santet!

Itu jawaban saya ketika seseorang bertanya, mengapa lama tidak mampir?

Ceritanya begini. Di rumah kedatangan dua ekor kucing kampung anakan hasil buangan orang tidak bertanggungjawab. Mengeong-ngeong minta makan. Bertambah lagi dengan anak kucing lain. Bertambah lagi dan lagi sehingga jumlahnya mencapai tujuh ekor.

Makanan disediakan bertambah banyak. Untuk itu, setiap Sabtu pagi saya mencari bahan pakan kucing, sambil jalan-jalan. Bukan pakan kucing kemasan, tapi ikan semi cooked sejenis pindang atau tongkol.

Sebuah warung sayur di dalam gang menjadi tujuan tetap. Selain harganya kompetitif, mutu ikan pindang/tongkol iris cukup baik. Sementara anak kucing berusia di bawah satu tahun diberi pakan khusus yang diperoleh di gerai modern.

Dalam perjalanan, diperoleh harga ikan yang lebih murah dengan kualitas terjamin. Di pasar. Maka saya jadi pelanggan tetap, meninggalkan warung sederhana di dalam gang. Apa boleh buat?

Kemudian selama dua bulan terakhir tiga ekor kucing mati tanpa diketahui penyebabnya. Sebelumnya sehat-sehat saja. Memang menjelang kematian, mereka tampak lesu dan tidak bernafsu makan.

Yang pertama ditemukan di rumah depan tetangga. Yang kedua terbujur kaku di halaman. Yang ketiga bernasib sama dengan kucing kedua.

Tadinya, semuanya lincah sampai hilang nafsu makan. Lesu, tapi tidak gelisah memandang kosong ke satu arah. Bisa jadi karena faktor cuaca atau sebab penyakit tidak diketahui. Saya memang tidak membawa mereka ke dokter. Yang jelas, tidak ada gelagat datangnya santet.

Lantas, apa hubungannya kematian kucing dengan santet?

Kemarin saya berkunjung ke warung sederhana di dalam gang, sebab barang diperlukan hanya tersedia di sana. Penjual senang melihat kedatangan saya.

"Lama gak ke sini. Beli ikan untuk kucing?"

"Oh tidak. Kucing-kucing pada mati. Sepertinya ada yang mau menyantet keluarga saya. Berhubung tidak mempan, maka santet menyasar ke kucing." Padahal masih ada empat ekor.

Kemudian ibu-ibu yang berbelanja menjadi heboh. Menegaskan bahwa santet bisa menyerang hewan peliharaan, bila pemiliknya tidak mempan.

Lalu perbincangan berkembang menjadi diskusi panjang lebar. Sampai ke cerita hantu. Lalu burung yang mendadak mati saat hendak dijual. Dan sebagainya. Saya buru-buru pulang.

Saya tidak bisa menjelaskan secara rasional tentang fenomena santet, karena belum pernah menyaksikan prosesnya. Apalagi mengalami. Namun demikian, terdapat beberapa saran agar tidak terpengaruh oleh santet.

  1. Tidak memikirkan suatu penyakit tertentu akibat santet. Masalah kesehatan bisa saja timbul dari gangguan fungsi fisik dan psikis.
  2. Meyakini tidak mempan. Tanamkan dalam pikiran bahwa kita dianugerahi kekuatan luar biasa, sehingga tidak bakal mempan disantet.
  3. Tidak menciptakan musuh secara terencana. Kalau tidak sengaja punya musuh, maafkan dia. Pangkal persoalan ada di pundaknya, bukan kita.
  4. Berbuat baik kepada sesama dan alam semesta beserta isinya.
  5. Senantiasa berdoa kepada Pemilik Kehidupan agar dijauhkan dari penyakit, mara bahaya, dan godaan menjerumuskan, dengan rajin beribadah.

Jadi, boleh percaya atau tidak bahwa kucing (atau hewan peliharaan) dapat menjadi bemper akan serangan santet kepada pemilik kucing. Juga tentang hubungan antara hari lahir pada Jumat Kliwon dengan tidak mempan santet.

Bagi saya, hal itu masih merupakan rumor yang memerlukan penjelasan rasional. Kita senantiasa berpikir positif saja. Semoga saran-saran di atas bermanfaat.

Atau dari para pembaca ada yang hendak menambahkan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun