Akibat melalaikan beragam hal pada masa sebelumnya, sebuah harga mahal harus dibayar: status kesehatan berantakan! Menyesal kemudian adalah sia-sia.
Tulisan ini dibuat bukan berdasarkan ukuran pakar kesehatan, tetapi bertumpu pada pengalaman dan pengamatan pribadi. Maka gagasan di bawah ini mungkin hanya berlaku bagi orang tertentu, tidak untuk yang lainnya.
Pemicu terpuruknya kebugaran tubuh, berikut ambrolnya sikap tabah, adalah pengabaian terhadap: indikasi kelelahan, porsi istirahat, pola makan, dan kontrol waktu.Â
Tidak usah lama-lama, mari kita simak uraian berikutÂ
Sibuk. Demi mengejar target --ihwal wajar dalam pekerjaan---saya pun pontang-panting, dari satu tempat ke tempat lain. Proyek harus diselesaikan dalam selang waktu berimpitan ada empat.Â
Berita baiknya, tiga pekerjaan berada dalam satu kabupaten yang sama. Buruknya, satu kegiatan konstruksi berada jauh di wilayah berbeda, meski masih dalam satu provinsi.
Alhasil, kesibukan melanda setiap hari tanpa jeda. Pagi di satu tempat. Siang di tempat lain. Tengah malam mengawasi pengecoran beton di tempat berbeda. Esok pagi sekali menempuh perjalanan darat sekitar 200 km ke proyek di kota lain.
Kurang Istirahat. Selama itu saya tidak mengenal akhir pekan maupun tanggal merah, kecuali: lebaran, 17 Agustus, pemilu, dan tahun baru. Pagi, siang, malam adalah waktu kerja. Kadang berharap, dalam sehari ada 36 jam.
Ada sih waktu untuk istirahat. Makan, sesekali berkumpul keluarga, dan tidur dalam waktu singkat. Beberapa kali tidak bisa memicingkan mata, karena begadang menyelesaikan pekerjaan dan sebab pikiran berkeliaran.
Tidak Mampu Mengendalikan Emosi. Sudah menjadi rahasia umum, setidaknya menjadi rahasia para pemborong, kegiatan proyek melibatkan tekanan-tekanan psikis.Â