Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Semoga eKTP Digital Tidak Kacau Seperti Sebelumnya

12 Januari 2022   20:00 Diperbarui: 12 Januari 2022   20:03 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ektp digital dengan QR code oleh Tumisu dari pixabay.com

Canggih! E-KTP Digital akan lebih modern: memakai aplikasi, integrated, dan QR code untuk keperluan verifikasi. Semoga kelak tidak menyimpan masalah.

Tidak seperti E-KTP sekarang yang menyisakan sejumlah problematik, bikin pusing kepala. Seperti: kekacauan dalam perekaman, ketidak-cukupan blanko, data ganda, isu keamanan, tidak bersifat multifungsi yang memudahkan urusan warga, dan sebagainya.

Konon, E-KTP dibuat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kartu berbasis chip dan biometrik ini dikampanyekan sebagai:

  1. Identitas jati diri tunggal
  2. Tidak dapat dipalsukan
  3. Tidak dapat digandakan
  4. Sebagai kartu suara dalam Pemilu atau Pilkada (E-voting)
  5. Menciptakan keakuratan data penduduk
  6. Kartu dengan jaminan keamanan

Namun dalam kenyataannya, timbul berbagai kekacauan dalam pelaksanaan proses migrasi dari KTP konvensional kepada KTP elektronik. Bisa jadi perampokan anggaran proyek E-KTP yang terjadi sejak tahun 2010 merupakan sebab.

***

Saya adalah remahan rengginang yang mengalami kerumitan dalam proses kepemilikan E-KTP.

Pertama kali menjalani proses perekaman data di Jakarta pada tahun 2013. Sempat pesimis karena saya mendatangi kantor kelurahan setelah pukul 1 siang, tapi ternyata para pegawai masih ada. Bahkan mereka pulang sore, sebagaimana pegawai swasta. Saya baru sadar bahwa penerapan disiplin oleh Ahok sangat efektif.

Singkat cerita, E-KTP tercetak hari itu juga. Tidak butuh berhari-hari. Tidak butuh uang rokok. Menggembirakan sekaligus mengejutkan. Kebiasaan-kebiasaan buruk yang melekat pada pegawai Pemda telah luntur.

Ada saatnya saya harus pindah ke lain kota. Mengurus surat pindah dari domisili asal ke tempat tinggal tujuan. Karena data di Jakarta masih ada secara elektronik (internet), maka dengan mudah pihak kecamatan di tempat baru menerbitkan E-KTP pengganti.

Kali ini butuh waktu seminggu untuk mencetaknya. Saya lupa alasannya. Dari bisik-bisik, apabila membayar seratus ribu, maka tidak perlu menunggu untuk memperoleh E-KTP baru. Saya tidak mau, mengingat iklan bahwa KTP elektronik gratis.

Seminggu kemudian saya menikmati KTP baru. Tidak sampai sebulan, terjadi pemekaran wilayah di mana alamat tinggal berubah RT. Maka KTP baru jadi ditarik untuk diganti KTP dengan RT anyar. Keterangan lainnya tidak berubah.

Saya mendapatkan Surat Keterangan (Surket) sementara sebagai pengganti KTP selagi diurus. Dari itulah persoalan muncul.

Selama 2,5 tahun kemudian, kertas keterangan seukuran HVS A4 itu harus diperbaharui setiap enam bulan di kantor kecamatan. Bayangkan, 5 kali balik untuk mencetak Surket pengganti. Alasannya, blanko KTP habis!

Dikopi bolak-balik untuk berbagai keperluan sehingga kertas menjadi lusuh.

Baru pada tahun 2019, saya mendatangi Disdukcapil setempat, protes keras mengenai lamanya proses pembuatan E-KTP. Melihat kondisi saya yang invalid akibat penyakit kronis, akhirnya petugas bersangkutan merekam kembali data saya. Katanya, hasil perekaman di Jakarta tidak terbaca.

Dengan mengorbankan waktu istirahat, petugas secara intensif melakukan perekaman dan menunggu proses pencetakan E-KTP. Selesai hari itu juga! Terima kasih.

Selesai persoalan? Ternyata tidak!

Baru-baru ini saya hendak melakukan perubahan data pada sebuah Bank BUMN. Prosedurnya adalah menunjukkan buku tabungan, kartu ATM, eKTP.

Masalah timbul ketika KTP elektronik tidak dapat dibaca di card reader. Diketahui bahwa kantor-kantor pelayanan publik diwajibkan memakai alat tambahan card reader.

Karena identitas di dalam E-KTP tidak terbaca, maka pelayanan perbankan tidak dapat dilanjutkan. Lemes. Mengingat kerumitan-kerumitan yang akan dihadapi dalam mengurus perbaikan KTP.

***

Besar harapan, kekacauan tersebut di atas sirna dengan adanya KTP atau identitas digital. Ia makin memudahkan dalam proses pengurusan maupun penggunaan.

Tidak timbul lagi kekacauan lain di sekitar pengadaan KTP digital. Tidak dirampok seperti halnya proyek E-KTP oleh tokoh-tokoh terkemuka, seperti orang yang kepalanya benjol sebesar bakpao, akibat mobilnya menumbuk tiang listrik yang tiba-tiba saja menyeberang jalan.

Oh ya, semoga penentu kebijakan memperhatikan warga berhak memperoleh KTP, tapi belum memiliki smartphone, atau tidak berada dalam jangkauan jaringan koneksi internet, atau masih gamang mengoperasikan telepon pintar.

Sekian.

Sumber rujukan: 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun