Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengungkap Kabut Misteri di Sekitar Korupsi

9 Desember 2021   21:18 Diperbarui: 9 Desember 2021   21:18 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Linimasa dipadati oleh percakapan tentang korupsi ketika terjadi Operasi Tangkap Tangan. Namun terdapat tindak pidana korupsi masih berupa kabut misteri.

Dalam situasi apapun, praktik korupsi merajalela. Setiap saat ada saja berita mengenai pejabat publik terciduk mencuri uang rakyat. Paling tidak ada empat penyebab terbongkarnya perbuatan extra ordinary crime ini:

  1. "Maennya kasar" atau terlalu kentara dan tidak berhati-hati dalam melakukan pencurian uang negara.
  2. Persaingan politis. Apakah dalam rangka perebutan jabatan maupun lahan basah, yang memicu munculnya whistleblower. Satu contoh, seorang pejabat sakit hati karena kedudukannya digeser oleh kepala dinas. Maka ia membocorkan modus perbuatan korupsi rekan-rekan dan atasannya.
  3. Bernasib apes. Seorang kepala dinas ditangkap dengan barang bukti kuat. Stafnya terlalu rajin mencatat "setoran" proyek.
  4. Peningkatan gaya hidup yang pesat.

Sebagian perkeliruan tersebut berkaitan dengan kegiatan proyek pemerintah yang resmi dibahasakan sebagai: Belanja Modal. Apakah berupa pengadaan barang atau jasa (konstruksi, konsultan).

Nah, saya akan berbagi pengalaman korupsi di seputar pengadaan barang dan jasa. Sebelum itu kita lihat dulu batasan dan skala korupsi menurut undang-undang.

Sketsa korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana demi memperkaya diri sendiri atau kelompok yang merugikan keuangan negara.

Undang-undang merumuskan 30 bentuk pidana korupsi yang lalu dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Kerugian keuangan negara.
  2. Suap-menyuap.
  3. Penggelapan dalam jabatan.
  4. Pemerasan.
  5. Perbuatan curang.
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan. 
  7. Gratifikasi.

(Selengkapnya di sini)

Menjalani kegiatan pengadaan barang dan jasa konstruksi di pemerintahan, mesti siap dengan perbuatan berkaitan dengan korupsi. Itu yang saya lakukan selama lebih dari satu dekade.

Saya membatasi pada pekerjaan bersumber dari APBD alias: pada proyek Pemda.

Di sekitar kegiatan proyek sarat dengan korupsi. Terlebih dahulu harus dibedakan antara "pelaku" dengan "bendera".

Pelaku biasa disebut pemborong, individu yang berhubungan langsung dengan pemegang kewenangan pada instansi.

Sedang bendera adalah perusahaan sesuai klasifikasi dan kualifikasi diperlukan. Perusahaan bisa milik sendiri atau milik orang lain dengan cara menyewa, biasanya 2,5 -- 3,5 persen dari nilai proyek. Untuk perusahaan konsultan lebih besar, 5 persen.

Jadi pemborong secara pribadi lebih mendapat perhatian dibanding perusahaan, yang penting legalitas usaha memenuhi syarat.

Untuk memperoleh proyek, pelaku siap menjanjikan atau memberikan uang suap kepada pemegang kewenangan. Selama kegiatan, pelaku mencadangkan uang pelicin untuk pengawas. Saat menagih pembayaran, pemborong menyediakan amplopan agar uang cair tepat pada waktunya.

Sebagai kompensasi, pelaku pun melakukan perbuatan curang. Misalnya, mengurangi kuantitas dan kualitas.

Pada satu proyek pembangunan stadion sepakbola tingkat kecamatan, terdapat enam sumur resapan dari buis beton. Spesifikasinya, diameter 100 sentimeter dalam 5 meter yang diisi dengan lapisan-lapisan penyerap.

Pemborong menggali sedalam 3 meter. Lapisan penyerap juga dikurangi. Berapa kerugian keuangan negara? Itu baru satu item. Saya ada di persekongkolan tersebut. Jangan tanya di mana.

Di luar waktu-waktu proyek, pelaku harus tanggap dengan permintaan pejabat pemegang kewenangan. Makan-makan, karaoke, mancing, membelikan HP atau menalangi biaya perpanjangan STNK mobil pribadi pejabat. Tergantung kelasnya.

Tata-cara pemberian suap dilakukan secara diam-diam, rahasia, dan gelap-gelapan bak operasi klandestin agen rahasia.

Oleh karena itu, perilaku suap-menyuap ini sulit dideteksi oleh aparat berwajib. Kecuali karena empat hal yang telah disebutkan pada awal artikel ini.

Padahal jelas-jelas perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi, meliputi:

  1. Suap-menyuap dengan cara memberi langsung atau menjanjikan uang kepada pegawai negeri.
  2. Pemborong berbuat curang, dan pengawas diberi uang tutup mata.
  3. Terjadi praktik gratifikasi.
  4. Penggelapan jabatan oleh pemegang kewenangan dalam proses pengadaan atau lelang proyek.

Jadi perbuatan-perbuatan tersebut di atas tergolong dalam tindak pidana korupsi, sebagaimana dirumuskan oleh Undang-undang. Tindakan tersembunyi dilakukan diam-diam. 

Misteri korupsi yang sulit terungkap ke permukaan. Menjadi rahasia antara pelaku dan pemegang kewenangan. 

Sepertinya bangunan hukum sakit gigi ketika hendak menggigit misteri korupsi.

Selamat hari antikorupsi 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun