Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membuat Artikel Populer: Sebuah Catatan Kecil

13 November 2021   07:59 Diperbarui: 13 November 2021   08:38 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembukaan sebuah webinar peluncuran buku demikian menarik. Salah satu pemimpin redaksi grup media terkemuka membukanya dengan inspirasi besar: bagaimana mengoptimalkan tantangan menjadi peluang. Sesuai dengan tema diusung oleh buku baru tentang manajemen risiko tersebut.

Suatu provokasi yang kemudian disambut dengan pandangan-pandangan dari keynote speaker, seorang Guru Besar sekolah manajemen. Profesor mengantarkan gambaran bestari mengenai isi buku untuk dielaborasi oleh para pembicara.

Sampai titik ini, membuat saya terpaku pada tempat duduk demi menuntaskan perbincangan yang akan berlangsung dalam 2,5 jam (pukul 9:00-11.30 WIB).

Sebagai orang jalanan saya tertarik untuk melanjutkan tilikan dengan sungguh-sungguh. Mestinya demikian pula dengan pemirsa dari kalangan umum lainnya. Saya percaya bahwa pengikut webinar tersebut bersifat heterogen, kendati tidak ada gambaran data pendukung.

Pembicara berikutnya berturut-turut adalah: 

  1. Dosen bertitel doktor dengan sederet gelar keahlian; 
  2. Praktisi bidang sebuah bisnis berbasis teknologi; 
  3. Dan terakhir, Praktisi perusahaan pendanaan (venture capital). 

Para narasumber keren! Saya harus menambah kopi.

Moderator memberi waktu 20 menit bagi masing-masing pembicara untuk mempresentasikan buah pikirannya.

Pembicara pertama menayangkan 14 slides (salindia) sebagai alat bantu dalam penyampaian gagasan. Memuat ilmu menyeluruh mengenai manajemen risiko. Sangat lengkap. Sepertinya berisi kompilasi berbagai buku. Sangat teknis. Sangat berbobot secara keilmuan. 

Dan sangat membosankan bagi saya orang awam.

Moderator sempat memperingatkan tentang jatah waktu yang tinggal sedikit, sementara salindia masih ada beberapa halaman tersisa. Dosen pengajar manajemen risiko itu tergagap-gagap dalam mengoptimalkan fungsi powerpoint.

Akhirnya saya memotret salindia ditayangkan untuk dipelajari di lain waktu. Presentasi tersebut tidak menambah kekayaan alam pikir saya, yang notabene bukan mahasiswa bisnis atau magister manajemen. Man on the street.

Pembicara kedua lebih membumi. Mengawali pembicaraan dengan testimoni bahwa buku tersebut mudah dipahami, bahkan bagi orang awam. Secara tidak langsung ia "merayu" pemirsa untuk membelinya. Kendati menjabat sebagai Vice President entitas bisnis bernilai decacorn, pria ramah itu berusaha menempatkan dirinya setara dengan audiens.

Ia membuka penyajian dengan ucapan, "ini sharing sessions." Kemudian berbagi, bagaimana memandang permasalahan dan tantangan sebagai peluang dalam bisnis. 

Pria rendah hati itu menyampaikan pemaparan dalam tiga lembar salindia: 

  1. Mengenai bisnis/produk/korporasi; 
  2. Kontribusinya kepada agenda nasional; 
  3. Dan Milestone korporasi dalam uraian perjalanan singkat.

Praktisi tersebut mengajak pemirsa bertualang dengan menggunakan bahasa penyampaian mudah dipahami. Kendati pertujukan kata-kata sedikit beraroma promosi perusahaannya.

Selain itu, ia mencetuskan keinginan audiens untuk mengetahui lebih detail tentang buku yang diperbincangkan, selaras dengan misi penerbit.

Pembicara ketiga hanya menyampaikan selembar salindia. Satu slide memuat pokok-pokok pikiran secara holistik. Kurang lebih membahas mengenai, evaluasi risiko atas transformasi kapabilitas perusahaan dalam rangka menciptakan digital value.

Kapitalis muda itu menyampaikan gagasan brilian, semisal: 

  1. Bagaimana entitas bisnis menghadapi hidup baru berdampingan dengan pandemi dan ketakpastian yang ditimbulkannya; 
  2. Bersinergi dengan pergerakan ekosistem; 
  3. Memaksimalkan tempat networking.

Sekalipun berbahasa gado-gado, antara bahasa Indonesia dan keminggris medok, penjelasannya mudah dicerna. Tidak lupa ia meng-endorse buku yang menjadi objek pembicaraan.

***

Artikel ini tidak bermaksud membedah substansi webinar tersebut. Juga tidak akan mengupas cara-cara membuat salindia yang efektif dalam presentasi. Tidak.

Pada kasus di atas, pembicara kedua dan ketiga berbeda cara dalam menghadapi audiens. Meng-entertain pemirsa. Pembicara pertama, sepertinya, memandang audiens secara homogen. Menjejali benak pemirsa dengan kerangka teoritis melimpah dalam waktu 20 menit.

Sehari-hari, saya juga sering menemukan persoalan komunikasi mendasar tersebut. Ada pihak yang demikian jumawa menonjolkan kehebatannya, sehingga berbincang dengan mementingkan "rasa nikmat" dirinya. Sah-sah saja sih. Namun, apakah orang lain turut menikmati?

Sementara pihak lain demikian memedulikan pemirsa, penonton, pendengar, juga pembaca. Sharing sessions!

Entah itu berbagi pengalaman, pengetahuan, kebahagiaan, keindahan, bermanfaat, atau segala hal yang sekiranya berpengaruh terhadap nilai kehidupan manusia lain.

Berlandaskan pengalaman dan pengamatan terhadap jalannya webinar di atas, kemudian saya membuat jurnal atau catatan harian (diary) sebagai berikut:

  1. Kecuali berada di forum homogen, saya selalu menganggap bahwa pemirsa (penonton, audiens, pembaca) beragam latar belakangnya.
  2. Membatasi pembahasan kepada satu atau lebih pokok pikiran. Agar tidak melebar.
  3. Bila mempunyai banyak gagasan yang ingin disampaikan, bisa dibuat dalam bentuk rangkaian berkesinambungan.
  4. Menjelaskan pokok pikiran bersifat teknis tertentu dengan bahasa dikenal banyak orang.
  5. Menimbang atau memikirkan secara saksama kepentingan pemirsa dalam mengungkapkan pengetahuan dan pengalaman kita miliki.

Dengan kata lain, catatan membuat artikel populer yang kiranya bisa dinikmati oleh banyak pembaca. Keterangan: ini bukan kiat membuat artikel Terpopuler di Kompasiana lho!

Apalagi ya? Saya kira cukup sampai di sini. Nanti kalau ada gagasan terpikir, akan dicatat di dalam artikel lain.

Catatan kecil ini dibuat agar kelak menjadi pedoman bagi saya dalam proses menulis artikel selanjutnya. Karya tulis populer yang menyajikan inspirasi, makna, pemahaman, dan --idealnya---menawarkan manfaat serta solusi bagi banyak orang.

Bukankah Kompasiana berisi pembaca yang heterogen?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun