Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[RTC] Memimpikan Hoegeng sebagai Pahlawan Nasional

7 November 2021   20:39 Diperbarui: 7 November 2021   20:42 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo milik akun Rumah Pena Inspirasi Sahabat di Kompasiana

Perilaku sesat, dengan menyelewengkan uang negara atau perusahaan demi keuntungan pribadi atau kelompok sendiri, telah berlangsung sejak peradaban kuno (1200 SM).

Di Indonesia, terjangan gelombang manipulasi itu berproses semenjak era kerajaan, kemudian berlarut-larut sampai ke masa penjajahan, Orde Lama, Orde Baru, hingga sekarang. Demikian kukuhnya perbuatan korupsi, sehingga pada awal tahun 1980-an Prof. Sumitro Joyohadikusumo menyebut, bahwa 30 persen dana APBN digelapkan. (kemenkeu.go.id)

Saking mengguritanya perbuatan buruk itu, maka UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merumuskan 30 bentuk/jenis korupsi. Untuk mengetahui lebih rinci, silakan baca di sini.

Sebagian masyarakat akhirnya bersikap permisif terhadap kegiatan pencurian uang negara (baca: uang keringat rakyat) dan penyalahgunaan jabatan. Di dalam UU, suap termasuk tindak korupsi. Saya pernah melakukan tindakan curang dengan menyuap segelintir pejabat publik.

Sudah menjadi rahasia umum, dalam perolehan proyek pemerintah --penunjukan langsung maupun melalui proses lelang-- seorang pemborong harus menyogok sekian persen dari nilai pekerjaan. Begitu juga dalam pelaksanaan, dari mulai pengawasan sampai dengan penagihan, memerlukan amplopan. Itu pun belum terhitung pemberian gratifikasi.

Baca juga: Negara Amplop

Sebagian orang menganggap lumrah, jabatan publik adalah alat untuk memperkaya diri dengan menyalahgunakan kewenangannya. Begitu halnya dengan sedikit wakil rakyat. Kemudian saya dan sebagian dari kita memaklumi perilaku curang tersebut terjadi pada nyaris semua lapisan.

Betapa tidak berdaya, saat saya mendengar keluhan seorang penjual nasi uduk. Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM senilai Rp1,2 juta dipotong untuk "uang lelah" oleh Ketua RW setempat. Itu salah satu misal dari berjibunnya perilaku korup. Cari sendiri dah contoh lainnya.

Ringkasnya, saat ini kita perlu sosok atau tokoh pejabat negara yang bersih dari perilaku korupsi. Utopis? Mimpi?

Bisa iya, bisa tidak.

Salah satu munculnya nuansa anomali dalam bianglala korupsi di Indonesia, adalah lahirnya seorang pria pada bulan Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah. Perilaku selama berkarier menjadi pejabat publik, tidak terkontaminasi virus tindakan penyelewengan hingga akhir hayatnya.

Dipetik dari kompas.com, bahkan almarhum Gus Dur, dalam sebuah diskusi di Bentara Budaya Jakarta 31/8/2006, menyatakan kekaguman kepada beliau dengan mengungkapkan:

Di Indonesia hanya ada tiga polisi yang baik: pertama, mantan Kepala Polri, almarhum Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Kedua, patung polisi, dan ketiga adalah polisi tidur -- Gus Dur

Akan tetapi, mengutip ujaran itu dan menempelkannya di dinding FB, membuat seseorang pria dipanggil ke kantor polisi pada Juni 2020 untuk dimintai keterangan. Insiden tersebut menggambarkan, betapa tidak populer sosok Hoegeng di mata polisi generasi sekarang. Apalagi di kalangan masyarakat masa kini?

Hoegeng adalah pejabat publik, tokoh yang tidak melakukan penyelewengan jabatan. Dalam satu webinar yang diselenggarakan oleh Kompas, Guntur Soekarnoputra menuturkan kejujuran luar biasa dari Hoegeng.

Ketika bertugas sebagai pejabat polisi di Sumatera Utara, ia menolak tawaran rumah dan mobil dari cukong judi. Bahkan tidak mau menerima seperangkat mebel baru dari seorang pengusaha, dan menaruhnya begitu saja di tepi jalan depan rumah.

Mas Tok, sapaan akrab Guntur, juga mengisahkan, Hoegeng menampik permintaan Presiden pertama RI. Pejabat negara tersebut dengan tegas menafikan permintaan Soekarno, agar meloloskan pemasukan barang impor untuk mengisi rumah salah satu istri orang nomor satu tersebut. Satu ketegasan yang mustahil bagi pejabat publik pada zaman sekarang.

Apakah Soekarno marah, lalu mencopot Hoegeng dari jabatannya?

Guntur meyakinkan pemirsa: tidak sama sekali! Bahkan beliau menghargai ketegasan Hoegeng.

Ada satu peristiwa mengharukan, ketika Hoegeng meminta sopirnya untuk menjual sepasang sepatunya di Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta, demi memperoleh sejumlah uang.

Dalam periode kekuasaan rezim berikutnya, Jenderal Polisi tersebut menyingkir (atau dipinggirkan?) dari hiruk pikuk kekuasaan. 

Ia menolak tawaran sebagai Dubes, dan menyalurkan kemampuan bermusik dengan Grup Hawaiian Senior di satu-satunya stasiun TV. Namun tayangan Irama Lautan Teduh itu dihentikan pada awal tahun 1980 (kalau tidak salah), dengan alasan tidak masuk akal.

Konon hal itu terjadi setelah Hoegeng menandatangani Petisi 50 yang mempertanyakan kepemimpinan Soeharto.

Saya berani memastikan, Jenderal Hoegeng Iman Santoso adalah sosok super langka dalam gurita korupsi yang mencengkeram negeri kita tercinta. Ia pahlawan sesungguhnya dalam menafikan perilaku korupsi. Bukan sekadar tokoh anti korupsi yang melimpah di luaran sana. Bukan.

Bila mengacu kepada definisi, gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada WNI yang:

  1. Berjuang melawan penjajah
  2. Pernah melakukan tindakan kepahlawanan.
  3. Menghasilkan prestasi dan karya luar biasa bagi kemajuan RI.

Kriteria pemberian gelar:

1. Syarat Umum; WNI, berintegritas moral dan keteladanan, berjasa, berkelakuan baik, setia, tidak pernah dipidana.

2. Syarat khusus: 

  • Pernah menjadi pemimpin perjuangan bersenjata/politik/bidang lain untuk mencapai/merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; 
  • Tidak pernah menyerah dalam perjuangan; 
  • Mengabdi hampir selama hidupnya lebih dari tugasnya; 
  • Melahirkan gagasan besar; menghasilkan karya besar; 
  • Memiliki konsistensi jiwa/semangat kebangsaan yang tinggi; 
  • Berjuang dengan jangkauan luas/berdampak nasional.

(Selengkapnya di sini)

Hoegeng merupakan simbol antitesis terhadap perilaku korup demi keuntungan pribadi atau kelompok. Ia pahlawan kehidupan yang memberikan contoh perilaku:

  1. Jujur.
  2. Berani menolak ajakan untuk berbuat curang.
  3. Tidak pernah menyerah terhadap godaan korupsi.
  4. Setia kepada negara.
  5. Berintegritas tinggi.
  6. Dan sebagian besar kriteria dimaksud, kecuali memimpin perjuangan bersenjata melawan penjajah.

Bisa jadi, atas dasar penilaian di atas, Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah, mengusulkan Hoegeng --bersama dua tokoh lainnya---sebagai Pahlawan Nasional pada Juni 2020 (kompas.com).

Guntur Soekarnoputra (keluarga Soekarno memiliki kedekatan dengan sosok bersahaja itu) meminta kepada pemerintah agar mengangkat Hoegeng sebagai Pahlawan Nasional.

Pengakuan pemerintah terhadap Hoegeng sebagai Pahlawan Nasional adalah langkah maju.

Hoegeng merupakan simbol yang akan memancarkan dan menularkan semangat berperilaku jujur, tidak menyalahgunakan jabatan, dan tidak korupsi. 

Juga menginspirasi generasi muda bahwa pernah ada sosok pejabat publik yang hidup apa adanya tanpa korupsi.

Dengan demikian, menurut hemat saya, Jenderal Polisi Hoegeng Iman Santoso layak diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Kendati baru berupa angan-angan yang moga-moga segera menjadi kenyataan.

Bagaimana menurut pendapat para pembaca?

***

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021.

Logo milik akun Rumah Pena Inspirasi Sahabat di Kompasiana
Logo milik akun Rumah Pena Inspirasi Sahabat di Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun