Seusai peresmian sebuah restoran bergaya Jepang di Kerobokan, Bali, tahun 2000, seorang klien yang juga kawan baik mengajak saya menjadi manajer lapangan (site manager) proyek pembangunan panti jompo.Â
Bukan sembarang tempat penampungan, tapi suatu kompleks pondok terletak di suatu daerah sejuk di Bali, yang kelak ditinggali oleh lansia warga Jepang.
***
Pengalaman bersekolah dan bekerja di negara matahari terbit membuat kawan tersebut fasih berbahasa Jepang. Bukan hanya itu, kawan berperawakan dan berkulit khas Indonesia tersebut juga memiliki koneksi luas di negara kepulauan yang terletak di ujung barat Samudera Pasifik.
Takheran apabila ia menetapkan rumah makan bergaya Jepang dengan chef asli dari negara itu sebagai model bisnisnya. Pun bukan pemikiran sekonyong-konyong ketika merencanakan pendirian kompleks penampungan untuk lansia Jepang.
"Ini bisnis bagus. Pasarnya besar!"
Menurutnya, warga Jepang terbiasa mengirim orang tua lansia ke tempat penitipan. Selain itu berkembang pula jasa perawatan lansia. Pulang hari atau menginap. Maka penyewaan ruang di panti jompo dan jasa caregiver menjadi marak.
Perkembangan tersebut dipicu oleh kian sibuknya kaum urban produktif dan sempitnya lahan untuk membangun extended family. Yakni keluarga besar di dalam satu rumah, terdiri dari beberapa generasi meliputi orang tua biologis, juga kakek-nenek, cucu, bibi, paman, keponakan, dan seterusnya.
Di negara empat musim itu, di mana kemajuan teknologi dan keindahan alam bersanding, lumrah ditemui beberapa jenis panti jompo dan perawat lansia.
Sarana disediakan oleh panti penampungan lansia bak fasilitas di hotel. Lengkap. Sehingga panti jompo merupakan tempat nyaman bagi lansia menikmati hidup, bersosialisasi bersama teman sebaya.